Proses Hukum di MK Lagi Jalan, Pengusaha Hiburan Bisa Bebas Pajak 40-75%?

Proses Hukum di MK Lagi Jalan, Pengusaha Hiburan Bisa Bebas Pajak 40-75%?

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 22 Jan 2024 20:45 WIB
Rencana pemerintah menaikkan pajak hiburan, karaoke dan spa memantik protes.
Ilustrasi pajak hiburan - Foto: Kemenparekraf
Jakarta -

Kenaikan tarif pajak hiburan tertentu menjadi 40-75% menuai protes dari para pengusaha, termasuk di antaranya pengusaha mandi uap atau spa. Selain nilainya yang meningkat, disebut-sebut spa tidak termasuk ke dalam sektor hiburan.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pihaknya akan memfasilitasi keluhan maupun aspirasi dari masyarakat, khususnya menyangkut industri mandi uap atau spa ini. Adapun para pelaku usaha spa sendiri merasa tidak masuk ke golongan usaha yang mendapat beban kewajiban pajak hiburan 40-75%.

"Kita harus memfasilitasi ini, Pak Fajar Utomo, Cak Tom, Kementerian Parekraf akan memberikan inovasi apa ini, sehingga dalam 3-6 bulan ke depan, selagi merapikan ini semua atas arahan Pak Presiden (Jokowi) kita mampu menciptakan iklim positif," kata Sandi dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno (WBSU), dikutip dari siaran langsung Youtube Kemenparekraf, Senin (22/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Staf Ahli Menteri Parekraf Bidang Manajemen Krisis, Fajar Utomo menambahkan, para pengusaha spa telah mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) menyangkut status bisnis spa di tanah air.

"Dari kawan-kawan spa, ada perspektif kenapa mereka dikategorikan hiburan. Sementara mereka menyampaikan di regulasi yang ada, mereka masuk industri terkait jasa kesehatan. Ini terkait health and wellness tourism yang sedang kita dorong," jelasnya, dalam kesempatan yang sama.

ADVERTISEMENT

Fajar mengatakan, Kemenparekraf melalui deputi 1 sudah melakukan kajian untuk ini. Dengan demikian, sembari menunggu hasil JR yang tengah dalam proses untuk sidang pertama tersebut, akan ada langkah tambahan lainnya untuk membantu para pelaku usaha, termasuk di antaranya dimungkinkan pemberian insentif fiskal.

"Diberikan insentif fiskal seperti yang mungkin tengah dielaborasi oleh teman-teman Pemkab Badung untuk memberikan insentif fiskal itu. Ini juga yang mungkin perlu didorong. Memang karena ini adalah Perda ya sehingga kewenangan itu ada di Pemda masing-masing," terangnya.

Sementara itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan, pihaknya juga telah menerima JR terkait bisnis mandi uap atau spa ini.

"Maka kami menghormati hak semua warga negara, proses hukum dan juga Kemenkeu akan hadir dalam proses hukum tersebut dan menyampaikan penjelasan yang diperlukan," kata Lydia dalam kesempatan yang sama.

Di sisi lain, Lydia mengingatkan bahwa proses penetapan peraturan Kepala Daerah (Perkada) menyangkut pajak hiburan ini cukup singkat, yakni hanya perlu dilaporkan ke DPRD setempat tanpa proses pembahasan lagi. Artinya, kebijakan tambahan bisa langsung diterapkan.

"Artinya jika nanti teman-teman dari asosiasi atau yang memiliki bisnis mandi uap dan spa ini sambil menunggu JR, kepala daerah boleh menetapkan terkait Perkada-nya, pemberian, pengurangan, peringanan, atau penghapusan terlebih dulu, silahkan. Maknai SE dari Kemendagri itu dengan sebaik-baiknya dengan tetap menjaga tata kelola," ujar dia.

Sebagai tambahan informasi, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengeluarkan Surat Edaran (SE) mengenai petunjuk bagi kepala daerah untuk memberikan insentif pajak kepada para pelaku usaha hiburan. Hal ini mengingat tingginya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebesar 40-75% hingga menuai protes dari para pelaku usaha termasuk penyanyi dangdut Inul Daratista.

PBJT 40-75% berlaku untuk jasa hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

"Sehubungan dengan adanya keberatan dari Pelaku Usaha pada Pajak Hiburan Tertentu sesuai Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, sehingga membuka peluang kepada Kepala Daerah untuk memberikan insentif fiskal," tulis SE Mendagri tentang Petunjuk Pelaksanaan PBJT Atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu, Senin (22/1/2024).

Dalam surat edaran itu, Tito merujuk pada Pasal 101 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2022 yang mengamanatkan para kepala daerah baik Gubernur, Bupati dan Wali Kota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.

Selanjutnya, surat edaran ini juga didasarkan pada Pasal 99 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mengamanatkan bahwa insentif fiskal dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak (WP) atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan.

(shc/kil)

Hide Ads