Masalah Bansos Lagi Heboh di Thailand, PM & Bos Bank Sentral Ribut

Masalah Bansos Lagi Heboh di Thailand, PM & Bos Bank Sentral Ribut

Retno Ayuningrum - detikFinance
Selasa, 06 Feb 2024 22:51 WIB
Pheu Thai political partys Srettha Thavisin reacts as he attends a press conference after Thailands parliament voted in favor of his prime ministerial candidacy, at the party headquarters in Bangkok, Thailand, Tuesday, August 22, 2023. (AP Photo/Wason Wanichakorn)
Perdana Menteri Thailand Srettha Thavisin.Foto: AP/Wason Wanichakorn
Jakarta -

Perdana Menteri (PM) Srettha Thavisin dan Gubernur Bank Sentral Thailand Sethaput Suthiwartnarueput berselisih paham soal arah kebijakan ekonomi. Mulai dari kebijakan suku bunga yang dinilai terlalu tinggi hingga bantuan sosial (bansos) yang memicu perselisihan.

Menjelang pengumuman kebijakan suku bunga, PM yang sekaligus menjabat sebagai Menteri Keuangan Srettha mendesak Bank Sentral untuk memangkas biaya pinjaman. Hal ini sebagai langkah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Srettha menilai perekonomian Thailand perlu tumbuh. Dia pun memperingatkan tingkat konsumsi rumah tangga yang terus menurun selama empat bulan berturut-turut dapat memicu risiko deflasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ada krisis atau terjadi sesuatu, masih dapat diatasi, kenapa kita tidak mulai melakukannya hari ini?" ujar Srettha dikutip dari Reuters, Selasa (6/2/2024).

Dia juga mendesak Bank Sentral menurunkan suku bunga. Meskipun inflasi masih berada di bawah batas target sentral, suku bunga yang diturunkan menjadi 2,25% dapat membuat inflasi semakin rendah.

ADVERTISEMENT

Menurut Srettha kebijakan fiskal dan kebijakan moneter harus saling bekerja sama untuk meningkatkan kembali perekonomian negara itu.

"Saya yakin kita masih bisa bekerja sama," katanya ditujukan kepada bank sentral.

Sebelumnya, Srettha berulang kali menyebut ekonomi negara tersebut memerlukan dorongan besar. Dia juga akan melanjutkan bansos senilai US$ 14 miliar yang sempat tertunda.

Bansos yang disebut sebagai skema dompet digital ini akan mentransfer 10.000 baht atau senilai US$ 280 (setara Rp 4,4 juta dengan kurs Rp 15.748) kepada 50 juta warga Thailand.

Namun, bantuan itu memicu kontroversial. Sebab, beberapa ahli menilai bantuan tersebut tidak dapat bertanggung jawab secara fiskal dan diliputi kekhawatiran soal sumber dananya.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Julapun Amornvivat mengatakan pemerintah akan berdiskusi soal skema bantuan itu pekan depan. Pihaknya akan tetap berpegang teguh pada rencana yang dipegangnya saat ini. Persoalan dana, pihaknya akan mendorong rancangan undang-undang pinjaman

Meskipun ada tekanan, bank sentral Thailand, Bank of Thailand (BOT) diperkirakan akan mempertahankan kebijakan suku bunganya. Gubernur BOT Sethaput Suthiwartnarueput menilai saat ini perekonomian Thailand tidak berada dalam kondisi krisis.

Lihat juga Video: Bahlil Respons Sanksi DKPP ke Komisioner KPU Terkait Pencalonan Gibran

[Gambas:Video 20detik]




(hns/hns)

Hide Ads