Jepang Resesi di Luar Ekspektasi, Ini yang Jadi Biang Kerok

Jepang Resesi di Luar Ekspektasi, Ini yang Jadi Biang Kerok

Lumongga Harahap - detikFinance
Sabtu, 17 Feb 2024 14:05 WIB
Deretan Negara yang Kebijakan Ekonominya Keren dalam Hadapi Corona

Pandemi Corona membuat perekonomian di berbagai negara mengalami krisis global. Ada beberapa negara yang telah menerapkan strategi ekonominya dengan matang. Seperti Australia, Malaysia, Singapore dan Jepang.
Ilustrasi/Foto: Getty Images/Carl Court
Jakarta -

Ekonomi Jepang yang menyusut selama dua kuartal berturut-turut membawa negara tersebut masuk ke jurang resesi ekonomi. Hal ini sekaligus membuat posisi Negeri Matahari Terbit tersebut sebagai negara ekonomi terkuat ketiga di dunia lengser ke peringkat keempat.

Menurut data yang dirilis oleh Kantor Kabinet, produk domestik bruto (PDB) riil Jepang turun 0,1% sepanjang kuartal keempat (Q4) 2023 dari kuartal sebelumnya yang juga turun 0,8%.

Hal ini menandai PDB Jepang mengalami kontraksi yang lebih buruk dari perkiraan, yakni sebesar 0,4% pada kuartal terakhir 2023 secara year on year, menyusul pertumbuhan negatif pada kuartal sebelumnya yang juga sudah turun 3,3% pada kuartal ke-3.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PDB Jepang tahun 2023 tanpa disesuaikan dengan inflasi, hanya mencapai US$ 4,21 triliun berada di bawah Jerman yang berjumlah US$ 4,46 triliun. Akibat hal tersebut, posisi Jepang tergeser Jerman menjadi negara ekonomi terbesar keempat di dunia.

"Salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap PDB Jepang-dilampaui oleh Jerman pada tahun 2023-adalah penurunan signifikan tingkat swasembada domestik Jepang. Hal yang membedakan Jepang dari Jerman secara signifikan adalah tingkat investasi langsung ke dalam yang sangat rendah," kata Toshihiro Nagahama, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute Jepang, mengutip Macau Business, Sabtu (16/2/2023).

ADVERTISEMENT

Analis lokal bahkan menyatakan, data yang dirilis secara mengejutkan lebih buruk daripada perkiraan ekonom lokal mengenai ekspansi tahunan.

"Meskipun ini bukan resesi resmi, investor asing mungkin menafsirkannya sebagai resesi teknis dengan pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut," kata Nagahama.

Penurunan yang terjadi pada kuartal Juli-September 2023 menunjukkan situasi keseluruhan sudah memburuk. Ekonom mencatat bahwa penurunan pada Q2 tersebut menunjukkan kondisi yang tidak menguntungkan.

"Selain itu, jika kita memperpanjang indeks perkiraan atau perkiraan produksi industri Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri, yang memiliki korelasi tinggi dengan PDB riil, tampaknya akan ada penurunan produksi yang signifikan pada kuartal Januari-Maret," kata Nagahama.

Apa yang membuat Jepang terjun ke dalam jurang resesi? Klik halaman selanjutnya.

Ekonom Jepang mengungkapkan, faktor-faktor khusus seperti gempa bumi Semenanjung Noto, penghentian produksi oleh produsen mobil tertentu, dan berdasarkan tren produksi menjadi hal yang berkontribusi bagi kontraksi ekonomi Jepang.

Pada periode Oktober-Desember, konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang, turun 0,2%. Sementara, investasi bisnis berkontraksi 0,1%. Keduanya mengalami pertumbuhan negatif selama tiga kuartal berturut-turut.

Impor, yang pertumbuhannya berdampak negatif terhadap PDB, meningkat 1,7%, sementara ekspor tumbuh 2,6%.

Data juga menunjukkan bahwa selama tahun 2023, PDB Jepang secara riil meningkat sebesar 1,9%, dengan pertumbuhan 5,7% secara nominal.

Kontribusi lainnya terhadap pertumbuhan ekonomi Jepang, antara lain permintaan eksternal berkontribusi positif sebesar 0,2% terhadap Q4 2023. Juga, permintaan domestik terkontraksi 0,3 poin karena konsumsi yang lamban.

Analis mengungkapkan bahwa permintaan domestik yang lemah membuat Jepang terjebak di pertumbuhan negatif selama kuartal tersebut. Adapun alasan utama permintaan domestik lemah berkaitan dengan inflasi yang berlangsung terus menerus dengan kenaikan upah yang tertinggal dari kenaikan harga. Hal tersebut mengakibatkan daya beli rumah tangga tertahan.

Pada 2023, upah riil di Jepang turun sebesar 2,5% dari tahun 2022. Hal ini menandai penurunan dua tahun berturut-turut berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang.

Di sisi lain, survei dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran konsumsi rumah tangga riil bulanan Jepang menurun sebesar 2,6% pada 2023 dibandingkan 2022.

Data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi menunjukkan bahwa pada Desember 2023, indeks konsumen inti Jepang 2% melampaui target Bank of Japan (BOJ) selama 21 bulan berturut-turut. Akan tetapi, pemerintah Jepang dan bank sentral masih ragu apakah capaian tersebut dapat menyelamatkan Jepang dari deflasi.

Oleh sebab itu, pemerintah Jepang mempromosikan berbagai langkah, seperti pemotongan pajak agar mendorong perusahaan menaikkan upah. Tindakan ini diambil karena kenaikan upah nominal, terutama dari perusahaan besar, gagal mengejar kenaikan harga dan permintaan domestik yang tidak mencukupi. Hal tersebut terus mengganggu pertumbuhan ekonomi Jepang.

Penurunan upah riil tersebut menimbulkan dilema bagi BOJ sementara adanya distorsi pasar yang menonjol dan efek sampingnya akibat periode kebijakan moneter longgar yang berkepanjangan di Jepang. Meskipun begitu, masih ada harapan tinggi di dalam maupun luar negeri bagi bank sentral untuk keluar dari kebijakan suku bunga negatifnya.

Mendukung hal tersebut, beberapa ahli menunjukkan bahwa dengan potensi penurunan suku bunga Federal Reserve AS tahun ini, membuka peluang bagi BOJ untuk mengambil tindakan sebaliknya dan bergerak menuju pengetatan terbatas. Selain itu, tindakan lainnya yang dapat diambil sebelum penurunan suku bunga AS.

Media lokal dan para ahli percaya bahwa meskipun faktor-faktor positif, seperti kenaikan harga dan peningkatan upah telah diperhatikan secara ketat, siklus yang baik masih belum terbentuk. Faktor-faktor tersebut tidak menjadi alasan mendasar yang mendukung kenaikan pasar saham yang terjadi baru-baru ini.

Sebab, lonjakan pasar Tokyo sangat bergantung terhadap kegiatan spekulatif modal asing di tengah depresiasi Yen. Investor asing menyumbang sekitar 70% volume perdagangan dan sebagian besar didorong beberapa saham dengan kapitalisasi besar. Pasar rentan mengalami volatilitas yang parah jika modal asing mengalir keluar.

Mengingat bank sentral utama secara global terus menaikkan suku bunga, BOJ terhadap kebijakan suku bunga negatifnya menjadi alasan utama di balik melemahnya Yen. Berlanjutnya kenaikan pasar saham Jepang tahun ini, sebagian besar disebabkan penundaan ekspektasi pasar AS untuk memulai penurunan suku bunga. Menjadikan langkah BOJ untuk beralih ke pengetatan.


Hide Ads