Dikutip dari Reuters, Jumat (23/2/2024), pemberitahuan tersebut dikirimkan melalui Humanitarian Operations Coordination Center kepada perusahaan asuransi dan pelayaran. Tujuannya, memaksa perusahaan pelayaran berkolaborasi dengan Houthi untuk menjamin keamanan kapal mereka.
Dalam pemberitahuan itu disebutkan, kapal milik individu atau entitas di Israel, AS, dan Inggris, atau berlayar di bawah bendera mereka dilarang berlayar di Laut Merah, Teluk Aden, dan Laut Arab.
"Humanitarian Operations Center didirikan di Sanaa untuk mengkoordinasikan perjalanan kapal dan kapal yang tidak ada hubungannya dengan Israel dengan aman dan damai," kata seorang pejabat senior Houthi.
Houthi mengaku bertanggungjawab atas serangan terhadap kapal kargo milik Inggris dan serangan drone terhadap kapal perusak AS pada Kamis. Mereka menargetkan kota pelabuhan dan resor Israel, Eilat dengan rudal balistik dan drone.
Pernyataan perwakilan Houthi di situs media sosial X muncul tak lama setelah pemimpin kelompok tersebut mengatakan pihaknya meningkatkan serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan perairan lainnya untuk meniru operasi militer Israel di Gaza. Itu termasuk menggunakan senjata kapal selam baru.
Houthi telah melancarkan serangan drone dan rudal berulang kali di Laut Merah, Selat Bab al-Mandab dan Teluk Aden sejak November untuk mendukung warga Palestina ketika perang Israel-Hamas berlanjut di mana jumlah korban tewas di Gaza mencapai hampir 30.000 orang.
"Operasi di Laut Merah dan Laut Arab, Selat Bab al-Mandab, dan Teluk Aden terus berlanjut, meningkat, dan efektif," kata Abdul Malik al-Houthi yang merupakan pemimpin Houthi dalam pidatonya yang disiarkan televisi. Dia tidak memberikan rincian tentang senjata kapal selam tersebut.
Langkah yang dilakukan kelompok tersebut mengganggu jalur perdagangan penting di Terusan Suez yang menyumbang 12% lalu lintas maritim global. Hal itu memaksa perusahaan mengambil rute yang lebih panjang dan lebih mahal di sekitar Afrika. (acd/ara)