Program makan siang pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka diperkirakan dapat menelan biaya sebesar Rp 450 triliun per tahun jika sudah terlaksana 100%
Rencananya program ini akan dilaksanakan secara bertahap sejak awal pemerintahan jika mereka benar terpilih nanti. Untuk tahun pertama pemerintahan pasangan itu, program makan siang gratis ini diperkirakan dapat menelan biaya sebesar Rp 50-60 triliun yang seluruhnya diambil dari APBN.
Secara spesifik, sebelumnya dalam acara Sarasehan 100 ekonom Indonesia di Menara Bank Mega pada Rabu (8/11/2023) lalu, Prabowo sempat mengatakan program ini dapat dijalankan menggunakan alokasi dana APBN untuk pendidikan dan perlindungan sosial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut APBN 2024 untuk pendidikan dan perlindungan sosial saja sangat besar dan dirasa cukup untuk memulai program ini. Prabowo mencontohkan untuk anggaran pendidikan pemerintah ada gelontorkan dana Rp 660 triliun.
Sedangkan untuk anggaran bantuan sosial sudah disiapkan dana sebesar Rp 500 triliun, Jadi jika pemerintah mengambil sebagian dana dari anggaran ini, ia merasa program tersebut dapat dijalankan.
"Coba kita lihat pendidikan Rp 660 triliun, kalau makan siang untuk anak sekolah, saya bertanya apa ini masuk pendidikan atau tidak? Jadi kalau Rp 400 triliun sebenarnya alokasinya sudah ada," terang Prabowo kala itu.
"Kemudian kalau kita lihat, untuk perlindungan bantuan sosial hampir Rp 500 triliun, kalau sebagian untuk makan siang anak-anak Indonesia akan meringankan orang-orang yang paling bawah itu, apalagi (alokasi dana) ketahanan pangan," jelasnya lagi.
Atas dasar itu ia merasa sangat optimis bila program makan siang ini dapat segera dilaksanakan. Menurut Prabowo pengalokasian semacam ini jauh lebih jelas dan dapat mengatasi akar permasalahan sosial.
Pada kesempatan yang berbeda, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Eddy Soeparno, juga sudah memastikan jika biaya program makan siang ini hanya berasal dari APBN.
Namun menurutnya anggaran APBN sendiri masih bisa 'digemukkan' untuk memenuhi kebutuhan program ini dengan cara meningkatkan rasio pajak (tax ratio) dari produk domestik bruto (PDB). Bisa juga dengan 'memangkas' biaya subsidi energi dengan cara melakukan efisiensi penyaluran.
"Ya kan pertanyaan ke saya (saat wawancara sebelumnya) 'itu program makan siang gimana pembiayaannya?', saya bilang salah satunya dari peningkatan rasio perpajakan. Bisa juga dari cara kita kemudian mengelola subsidi energi menjadi lebih efisien," kata Eddy saat dihubungi detikcom, Jumat (16/2/2024).
Untuk rencana efisiensi subsidi energi, Eddy menjelaskan saat ini penyaluran subsidi yang ada saat ini dinilai masih belum sesuai dengan kondisi masyarakat. Di mana masih banyak warga yang sebenarnya mampu tapi masih mendapat subsidi energi karena penyaluran yang kurang efisien tadi.
Dari efisiensi pemberian subsidi inilah pemerintah dapat menekan anggaran, dengan begitu selisih anggaran subsidi sebelumnya dapat digunakan untuk keperluan pemerintah lainnya.
"Gini ya, jadi subsidi energi itu nilainya tahun lalu Rp 500 triliun, tahun ini Rp 350 triliun. Terbesar dari subsidi energi itu adalah untuk Pertalite sama LPG 3 kg, yang mana 80% penggunanya adalah masyarakat mampu," jelas Eddy.
"Kalau datanya kita perbaiki, kalau tata kelolanya kita perbaiki, otomatis kan berkurang nilai subsidinya karena bisa langsung kita alokasikan kepada mereka yang berhak. Bukan mereka yang mampu (mendapat subsidi energi) jadinya, jadi mereka yang berhak," sambungnya lagi.
(fdl/fdl)