Dia merupakan seorang pria paruh baya yang berprofesi sebagai nelayan di Kampung Talisayan, sebuah kampung kecil yang terletak di bagian terluar Pulau Kalimantan. Daerah ini berjarak sekitar 12 jam dari Balikpapan dengan menggunakan kendaraan darat.
Agus bisa melaut selama seharian penuh. Dari hasil melaut, ia mampu menghidupi istri dan 5 anaknya. Usahanya pun berbuah manis hingga berhasil membiayai pendidikan anaknya hingga sarjana.
"Satu anak masih kuliah di Samarinda. Ya ini dari hasil melaut semua ini," ujar Agus, ditemui di Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Kampung Talisayan, Kalimantan Timur, Selasa (27/2/2024).
Dulu, dalam sekali melaut Agus bisa membawa pulang hingga 100 kg ikan. Kini nelayan Talisayan tak semakmur dulu kala. Ada kapal lengkong besar yang kerap menjaring ikan di sekitar pantai. Alhasil, ia harus pergi cukup jauh untuk bisa mendapatkan ikan.
![]() |
"Di sini mereka jaring ikan banyak itu berton-ton. Dulu 10 km dari pantai cukup pergi melaut, sekarang 30-50 km. Habis sudah yang di sini," ujarnya.
Pendapatannya mulai menurun sejak 5 tahun terakhir. Pada kala itulah kapal lengkong mulai masuk dan kerap menjaring ikan di dekat daratan. Jaring-jaring yang digunakan punya lubang yang terbilang cukup kecil sehingga telur-telus hingga ikan kecil ikut terangkut.
"Ikan-ikan kecil itu terbawa semua. Jadi di sini kita tidak dapat lagi ikan. Harus pergi lebih jauh itu kalau mau melaut," kata dia.
Hari ini Agus berhasil membawa pulang ikan sekitar 33 kg. Tangkapan ini cukup banyak, bila mengingat kadang ia bisa membawa pulang hanya sekitar 20 kg, atau bahkan kurang dari itu. Dari total sekitar 33 kg itu, ia menjualnya ke TPI dan berhasil membawa pulang Rp 221 ribu.
"Kalau dapatnya sedikit mau gimana lagi, yang penting keluarga bisa makan, anak-anak bisa sekolah. Cukup nggak cukup ua harus cukup meski harus berhutang," tuturnya.
Hal yang sama dirasakan oleh Asiman. Menurutnya, keberadaan kapal lengkong membuat hasil melaut para nelayan-nelayan jadi jauh berkurang.
"Kapal lengkong itu mereka menjaring semua, di pinggir-pinggir sini. Jadi ndak ada ikan di sini," ujar Agus.
Asiman merupakan seorang pemuda asli Talisayan. Meski baru berumur sekitar 28 tahun, ia aktif menekuni profesinya sebagai nelayan. Ia mengatakan, kapal-kapal tersebut merupakan kapal besar milik swasta. Adapun kapal ini telah dilengkapi teknologi yang lebih canggih dibandingkan nelayan dengan kapal kecil.
"Kalau kami menjaring saja, pakai jala biasa saja. Kapal itu pakai alat itu, langsung ketarik semua ke atas," tuturnya.
Agus maupun Asiman berharap, ke depan kapal-kapal ini bisa dibatasi pemerintah. Dengan demikian, nelayan-nelayan bisa kembali melaut dengan tenang dan hasil tangkapan kembali banyak.
"Harapannya kapal-kapal lengkong itu, biasa diatur pemerintah biar ikannya bisa banyak lagi," ujar dia. (shc/kil)