Media sosial X (dulu Twitter) sempat diramaikan dengan cuitan salah satu akun yang membandingkan membeli beras 10 kilogram (kg) di Indonesia dan Korea Selatan dengan gaji fresh graduate atau lulusan baru.
Akun tersebut mengungkap untuk membeli beras di Indonesia menghabiskan 2,5% dari gaji fresh graduate yang dicontohkan Rp 6 juta per bulan. Dalam hal ini, dicontohkan harga beras 10 kg sebesar Rp 150.000.
Sementara di Korea Selatan harga beras hanya 0,85% dari gaji yang dicontohkan sebesar 3,5 juta won atau Rp 41,1 juta per bulan. Untuk harga beras yang lebih mahal 29.900 won atau Rp 351.000.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Korea Selatan, seorang fresh graduate harus bekerja sekitar 1,5 jam untuk membeli 10 kg beras. Sedangkan di seorang fresh graduate harus bekerja sekitar 4,4 jam untuk membeli jumlah beras yang sama," kata akun @pri*****, dikutip Senin (4/3/2024).
Lantas mengapa besaran pengeluaran beras di Indonesia lebih besar padahal harga lebih rendah dari Korea Selatan?
Peneliti dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian mengatakan harga beras di Korea Selatan memang lebih mahal dibandingkan Indonesia. Namun mengapa besaran pengeluaran untuk beras jadi lebih besar di Indonesia?
Eliza mengatakan pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) Korea Selatan jauh di atas Indonesia, bahkan disebut tiga kali lipat.
"Beras di Korea Selatan memang tergolong mahal bahkan termasuk kedua tertinggi di dunia. Harganya di kisaran Rp 52.000 (per kg), Indonesia per kg dikisaran Rp 18.000," kata dia kepada detikcom, Senin (4/3/2024).
"Namun kita lihat GNI per kapita Korea Selatan tahun 2022 versus Indonesia sangat jauh. GNI per kapita Korea Selatan US$ 42.887, sementara Indonesia US$ 12.045," tambahnya.
Meski harga kebutuhan rumah tangga di Korea Selatan lebih mahal, tetapi pendapatan masyarakat di sana sangat besar.
Sementara di Indonesia seiring dengan naiknya harga pangan, pendapatan per kapitanya lebih kecil jauh dari Korea Selatan.
"Harga beras Korea Selatan dua kali lipat dari Indonesia, pendapatan perkapita penduduknya Korea itu tiga kali pendapatan penduduk Indonesia. Sehingga memang lebih besar porsi pengeluaran penduduk Indonesia untuk beli beras jika dibandingkan Korea Selatan," terang dia.
Menurut Eliza seiring dengan tingginya harga beras, tentu daya beli masyarakat akan tergerus. Apa lagi beras menjadi pangan yang paling banyak dibeli.
"Harga-harga pangan naik ini akan menggerus daya beli masyarakat, masyarakat harus berhitung kembali untuk mengatur pos-pos belanjanya sebagai respons penyesuaian kenaikan harga," kata dia.
Dihubungi terpisah, Perencana keuangan dari Tata Dana, Teja Sari mengatakan ada berbagai cara bagi semua kalangan terutama fresh graduate mengatur keuangan kala harga beras tinggi. Walaupun sebenarnya, kebutuhan beras masing-masing orang berbeda-beda.
Menurutnya, ketika harga beras tinggi, alternatif untuk mengatur keuangan ada berbagai pilihan. Pertama, bisa membeli harga beras lebih murah dengan mutu yang lebih rendah pula.
"Harus ada pengeluaran yang dikorbankan, pertama apakah mutu beras yang dikonsumsinya diturunkan jadi lebih rendah," kata Teja.
Selain itu, bisa memangkas pengeluaran lainnya demi menjaga pembelian beras yang berkualitas bagus. Ia menyarankan memangkas biaya untuk kebutuhan gaya hidup seperti nongkrong.
"Misalnya budget nongkrongnya itu Rp 300.000-500.000. Nah itu yang dikurangi. Biasanya akan anak-anak muda fresh graduate banyak nongkrongnya," jelasnya.
Kemudian, para fresh graduate juga bisa mengurangi makan di luar untuk lebih menghemat pengeluaran. "Kalau jajan itu juga atau makan di luar itu memang relatif lebih mahal, masak sendiri agar lebih hemat," sambungnya.
Simak juga Video 'Inflasi Pangan Melampaui Kenaikan UMR Pekerja':