Cuaca panas ekstrem, El Nino telah menyebabkan kondisi pertanian di Indonesia mengalami penurunan. Fenomena cuaca buruk itu telah berlangsung sejak pertengahan 2023, namun dampaknya berkepanjangan sampai tahun ini.
El Nino ini menyebabkan curah hujan sangat kurang sehingga lahan pertanian pun mengalami kekeringan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pada 2023 lalu saat El Nino terjadi, luasan panen turun 0,24 juta ha atau 2,2% menjadi 10,21 juta hektare (ha) dibandingkan 2022.
Penurunan luas lahan itu mengakibatkan turunnya produksi beras total pada 2023. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, total produksi beras selama 2023 sebesar 30,96 juta ton. Angka itu lebih rendah 580 ribu ton atau 1,84% dibandingkan 2022.
Sementara angka konsumsi beras 2023 lebih besar, yakni naik 1,39% atau 420 ribu ton dibandingkan 2022. Pada 2022 konsumsi beras 30,2 juta ton, sementara pada 2023 sebanyak 30,62 juta ton.
Penurunan produksi membuat pemerintah terpaksa melakukan langkah impor. Importasi yang dilakukan pada 2023 secara total mencapai 3 juta ton. BPS menyebut, impor beras meningkat 613,61% dibandingkan 2022.
Kondisi turunnya luasan panen berlanjut hingga awal 2024. Data BPS menyebut Januari-April tahun ini diperkirakan 3,52 juta ha, mengalami penurunan 0,69 juta ha atau 16,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Prediksi BPS produksi beras di 4 bulan pertama di tahun ini 10,71 juta ton, menurun dari tahun lalu sebanyak 12,98 juta ton. Persentase penurunannya cukup signifikan yakni 17,52% atau sebesar 2,28 juta ton.
Melihat masih ada kekurangan produksi dari dalam negeri, pemerintah mengantisipasi kekurangan itu dengan impor. Tahun 2024, kuota impor beras dari pemerintah sebanyak 3,6 juta ton. Kuota awal 2 juta ton dan ditambah 1,6 juta ton.
Sama-sama El Nino, Thailand-Vietnam Bisa Impor ke RI
Tak hanya Indonesia, negara-negara yang menjadi pemasok beras impor ke Indonesia yaitu, Thailand, Vietnam, Pakistan, hingga Myanmar juga mengalami El Nino. Thailand dan Vietnam jadi negara terbesar yang ekspor beras ke Indonesia.
Kedua negara itu masih bisa melakukan ekspor ke berbagai negara salah satunya Indonesia meski diterpa El Nino. Kenapa demikian?
Dikutip dari Vietnam Plus, Kementerian Pertanian dan Koperasi di Thailand memperkirakan terjadi penurunan produksi beras pada musim panen 2023-2024, terutama dampak fenomena cuaca El Nino.
Produksi beras diperkirakan berkurang 871.000 ton, turun 3,27% menjadi 25,8 juta ton. Penurunan ini juga seiring dengan menurunnya luasan lahan menjadi total 62,4 juta rai (9,98 juta ha). Ini merupakan pengurangan 602.000 rai atau 0,96% dari tahun sebelumnya.
Namun demikian, konsumsi beras di Thailand tetap lebih rendah dari produksinya. Rata-rata setiap tahunnya, Thailand memproduksi beras sekitar 20 juta ton, sementara konsumsinya hanya 11-13 juta ton.
"Penurunan beras tahun 2023 Thailand itu estimasinya 871 ribu ton turun 3,17%. Kalau kasus Thailand bisa ekspor karena produksinya lebih besar dari tingkat konsumsinya. Produksi 20 juta ton, konsumsi 11 juta ton per tahun, jumlah penduduk 69 juta jiwa, 1/4 penduduk dari Indonesia," kata Peneliti dari Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian kepada detikcom, dikutip Kamis (7/3/2024).
Sementara Vietnam, meski diterpa El Nino, produksi beras di negara itu masih perkasa. Produksi beras di Vietnam pada 2023 meningkat 1- 2% dibandingkan 2022. Dikutip dari Nikkei Asia, Bea Cukai Vietnam mengatakan produksi beras negara itu menjadi lebih dari 43 juta ton.
Eliza menyebut, produktivitas lahan padi di Vietnam memang lebih baik dari Indonesia. Di sisi lain, jumlah penduduk di negara tersebut juga tidak sebanyak Indonesia, sehingga surplus bisa untuk ekspor.
"Kalau Vietnam memang dari segi tingkat produktivitas itu lebih tinggi dari Indonesia, dan jumlah penduduk pun tidak sebanyak Indonesia, sehingga surplus bisa diekspor. Kita (Indonesia) beras besar, namun kebutuhan juga besar karena jumlah penduduk banyak dan sangat bergantung pada satu komoditas beras," jelasnya.
Selain Vietnam dan Thailand, Indonesia juga sempat impor beras dari India. Eliza mengatakan meski India merupakan negara dengan penduduk besar, tetapi penduduknya tidak hanya bergantung pada beras.
"Mereka diversifikasi pangannya. Proporsi Beras sebagai pangan 43,5 %, Gandum 40,4%, Ragi (biji-bijian) 12,6%, sisanya pangan lokal. beda dengan Indonesia yang 83% bergantung kepada beras," pungkas Eliza.
(ada/das)