Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin bicara pentingnya kesehatan dalam mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah alias middle income trap. Tanpa kesehatan, Indonesia akan sulit mencapai posisi sebagai negara maju.
Menurut Budi Indonesia baru bisa menjadi negara maju apabila gaji rata-rata masyarakat mencapai US$ 13.000 per tahun atau sekitar Rp 15 juta per bulan. Namun saat ini, Indonesia baru di angka US$ 4.800 per tahun atau Rp 5 juta per bulan.
"Saya orang ekonomi ya. Negara maju itu definisinya jelas ya, pendapatan per kapita US$ 13.000 per tahun. Jelas. Jadi selama belum tembus itu nggak bisa tembus negara maju. Sekarang Indonesia US$ 4.800, harus tiga kali lipatnya. Dirupiahin, pendapatan rata-rata per bulan harus Rp 15 juta, sekarang Indonesia Rp 5 juta," kata Budi dalam sambutannya di acara Peresmian Bersama Mal Pelayanan Publik dan Percepatan Penyelenggaraan MPP Digital, di Hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (7/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menilai, Indonesia punya tenggat waktu hingga 2030, atau saat puncak bonus demografi terjadi, untuk meningkatkan pendapatan per kapitanya. Momentum tersebut menjadi kesempatan besar Indonesia untuk bisa melaju ke posisi negara maju. Namun demikian, hal itu akan sulit tercapai tanpa kesehatan yang mumpuni.
"Saya sebagai menteri kesehatan bilang rumusnya dua. Mau pemerintahnya efektif, mau punya jalan tol, mau punya pelabuhan, punya sistem digital, kalau orangnya nggak sehat sama nggak pintar nggak mungkin," ujarnya.
Budi juga bercerita, ia kerap berdebat dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim tentang mana yang lebih didahulukan, sehat atau pintar. Menurutnya, kesehatan yang lebih utama, karena apabila seseorang, katakanlah stunting, maka akan sulit baginya untuk belajar dan menjadi pintar.
"Kalau dia stunting, nggak mungkin bisa jadi pintar. Sehatkanlah masyarakat kita supaya gajinya bisa Rp 15 juta per bulan supaya Indonesia bisa jadi negara maju di tahun 2030," ujar Budi.
Bersambung ke halaman berikutnya. Langsung klik
"Kalau saya ngobrol sama mereka yang jutaan ini, mereka bilang 'Pak izinnya ribet, mahal, susah, nggak transparan. Ponakan bapak dapatnya cepat, ponakan saya nggak dapat-dapat'," tutur dia.
Oleh karena itu, Budi mulai berpikir bagaimana caranya memurahkan, memudahkan dan mentransparankan proses perizinan tenaga kesehatan seperti dalam pembuatan Surat Tanda Registrasi (STR), Surat Kredit Profesi (SKP), dan Surat Izin Praktik (SIP).
"Akhirnya ketemu Pak Anas (MenPANRB) mau dibikin MPP digital. Jadi kita digitalisasi sekarang. Saya semua perizinan baik itu STR, SKP, SIP, semuanya digital, tidak butuh rekomendasi terlalu banyak dari segala organisasi, orang-perorangan yang menghambat sehingga bikin susah," jelasnya.
Budi menyambut baik akselerasi transformasi layanan kesehatan melalui MPP Digital. Ia berharap, pengembangannya bisa dipercepat, dari yang saat ini sudah berjalan 60 MPP Digital, bisa segera menyebar ke 514 kab/kota. Ia juga menyatakan siap membantu dari segi anggaran dalam mendorong pengembangan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
"Dan saya bilang Pak Anas, kalau butuh bantuan apa-apa PANRB, karena ini kan tergantung anggarannya. Anggaran PANRB segini (rendah), anggaran Kemenkes segini (jauh lebih tinggi). Kita akan bantu, yang penting semua 514 kabupaten/kota MPP digitalnya jalan dan Kemenkes akan sangat membantu PANRB," kelakar Budi, sembari memperagakan gap besar dari anggaran kedua kementerian itu.
Sebagai tambahan informasi, pagu anggaran Kementerian PANRB 2024 berkisar di angka Rp 466 miliar. Sementara Kementerian Kesehatan sendiri di kisaran Rp 90 triliun.