Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengimbau para pemilik kapal di Indonesia untuk tidak terpedaya dan bekerja sama dengan kapal ikan asing (KIA). Imbauan ini menyusul kasus perbudakan yang terjadi di KIA ilegal.
Plt. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono mengatakan rata-rata anak buah kapal (ABK) yang terkena kasus perbudakan merupakan ABK yang baru bekerja. Dia bilang, ABK baru ini ada agensi yang menaungi untuk mencarikan pekerjaan.
"Itu kan ABK baru-baru ya, ada agensinya itu. Ya, janganlah memperdaya orang yang baru mau kerja jadi nelayan. Jadinya, orang jadi kapok," kata pria yang dikenal Ipunk saat ditemui di Palembang, Senin (6/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun mengimbau kapal ikan Indonesia untuk jangan mudah diajak kerja sama dengan kapal asing yang tidak berizin atau ilegal. Sebab, hal tersebut termasuk tindakan yang melanggar hukum
"Jadi, intinya sih imbauan kami terutama kapal Indonesia jangan mau ajak kerja sama kapal asing yang tidak berizin. Kan berdampak (terjerat hukum)," imbuhnya.
Dia bilang sebaiknya ABK juga lebih aktif untuk bertanya atau konfirmasi lebih lanjut soal status KIA tersebut. Biasanya, KIA yang legal mempunyai surat izinnya.
Kemudian, ABK bisa memastikan lebih lanjut ke KKP atau PSDKP terkait legalitas KIA.
"Ketika mau ditawari itu minta aja surat izin kapalnya. Nama kapalnya apa. Bisa tanyakan ke KKP atau ke PSDKP. Ini berizin ga? Kami kan ada database tuh," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menangkap Kapal Ikan Asing (KIA) ilegal yang melakukan aktivitas penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 718 perairan laut Arafura. Dalam penangkapan tersebut, KKP menemukan adanya kasus perbudakan di KIA ilegal tersebut.
Muhammad Sanusi Iskandar salah satu ABK KIA mengatakan, dirinya tidak mendapatkan apa yang dijanjikan oleh agensi, seperti gaji sebesar Rp 2 juta dan Tunjangan Hari Raya (THR) sebesar Rp 2 juta setelah sampai di kapal.
"Namun setelah sampai di kapal semua itu tidak ada. Malah dari pihak kapal menurunkan semua yang dijanjikan, katanya akan ada uang THR sebesar Rp 250 ribu dan uang bongkar Rp 300 ribu," ujarnya dikutip dari Antara.
Lantas para ABK menolak dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan. Salah satu pihak kapal asing juga menjanjikan lagi untuk memulangkan para ABK. Namun, tidak juga ada kejelasan sehingga akhirnya terpaksa untuk tetap bekerja untuk mendapatkan makan.
(das/das)