Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah menghantui sektor padat karya. Laporan Kementerian Ketenagakerjaan mencatat ada sebanyak 2.650 pekerja di Jawa Barat yang terdampak PHK selama periode Januari-Maret 2024.
Kondisi ini sedikit banyak mengingatkan pada saat tahun 2022-2023, di mana tercatat sebanyak 1 juta pekerja industri tekstil terkena gelombang PHK akibat pandemi Covid-19 hingga pelemahan rupiah imbas kondisi geopolitik global. Lalu, apakah kondisi saat itu akan berulang kembali?
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W Kamdani mengatakan, pihaknya baru mengumpulkan para pelaku usaha dan membahas terkait kondisi usahanya. Menurutnya, hanya sektor tertentu yang saat ini dalam kondisi menantang.
"Kami melihat garment-textile itu yang paling pengaruh. Kemarin kalau kita lihat dari segi merumahkan karyawan dan lain-lain, banyak pabrik yang tutup. Tapi menurut kami, kalau di sektor-sektor lain masih cukup terkendali gitu," kata Shinta di Kantor DPN Apindo, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2024).
Ekonomi Indonesia sendiri saat ini tengah menghadapi banyak tantangan, mulai dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga kenaikan suku bunga. Hal ini sebagai imbas atas memanasnya geopolitik global, diperparah dengan adanya konflik Israel-Iran.
Meski begitu, secara keseluruhan, Shinta melihat langkah pengurangan karyawan yang dilakukan sejumlah perusahaan saat ini tidak semasif tatkala tahun 2020-2022 lalu. Ia juga meminta agar para pelaku usaha untuk tidak terlalu ekspansif dan menjaga penyaluran modalnya.
"Jadi yang paling ini (terdampak) hanya di beberapa sektor seperti sektor textile-garment gitu. Jadi kita nggak bisa (menyamakan dengan saat Covid-19), kondisinya beda dengan 2020, jadi kita nggak bisa sama ratakan semua lah," jelasnya.
Atas kondisi ini, Apindo sendiri berupaya untuk membantu para pengusaha agar tidak sampai mengambil langkah ke arah PHK. Dalam hal ini, ia juga menyoroti kondisi peningkatan pengangguran di Indonesia. Menurutnya, kondisi ini akan mendatang efek berganda ke berbagai hal.
"Kita terus inikan dengan pemerintah untuk menjaga kondusivitas daripada iklim usaha yang ada. Ini kita harus maintain cost of doing business-nya dan lain-lain. Jangan kita sudah dengan kondisi ekonomi, mungkin yang lebih sulit, kita harus jangan sampai ini bisa lebih terimbas. Karena nanti jelas akan pengaruh kepada tenaga kerja," ujarnya.
Sebagai tambahan informasi, data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), PHK di Jawa Barat untuk periode Januari-Maret 2024 tercatat sebanyak 2.650 pekerja. Rinciannya 306 pekerja di bulan Januari, 654 di bulan Februari, dan 1690 di bulan Maret 2024.
Terbaru, ada PHK yang dilakukan PT Sepatu Bata Tbk (BATA) terhadap 233 karyawannya. Hal ini menyusul penutupan pabrik sentra produksi alas kakinya yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat, per 30 April 2024. Selain itu, tercatat di DKI Jakarta PHK berimbas pada 8.876 pekerja, di Jawa Tengah 8.648 pekerja, di
Banten 941 pekerja, dan di Riau 666 pekerja.
"Kalau pabrik-pabrik di sektor yang sama atau padat karya memang dari 2023 sudah banyak yang tutup atau relokasi usaha, salah satunya ada yang di Karawang, mereka relokasi ke Cirebon," kata Ketua Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Disnakertrans Jawa Barat Firman Desa dalam Evening Up CNBC Indonesia, dikutip Rabu (8/5/2024).
Ia menyebut kondisi ini tak lepas dari hantaman Pandemi COVID-19 pada 2020 lalu. Akibatnya sejumlah industri mulai melakukan efisiensi hingga mengurangi kegiatan usahanya.
"Jadi memang dampak pandemi juga, hal-hal lain yang banyak sekali industri padat karya ini sudah mulai melakukan efisiensi atau sudah mengurangi kegiatan usahanya," tuturnya.
(shc/rrd)