Pengusaha soal Cuti Melahirkan 6 Bulan: Tambah Beban Dunia Usaha

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Rabu, 05 Jun 2024 17:33 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

DPR RI telah mengesahkan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (UU KIA) dalam rapat paripurna pada Selasa (4/6). Dengan adanya UU itu, ibu melahirkan berhak mendapat cuti hingga 6 bulan, dengan syarat tertentu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani mendukung upaya pemerintah dalam menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui pengesahan UU KIA tersebut. Menurutnya hal ini sejalan dengan program Apindo dalam menurunkan prevalensi stunting.

Meski begitu, ia tidak bisa memungkiri jika para pengusaha merasa khawatir perihal ketentuan terkait pemberian cuti hingga 6 bulan untuk ibu melahirkan ini. Sebab menurutnya ketentuan cuti ini berpotensi merugikan para pengusaha.

"Ketentuan baru tersebut berpotensi menambah beban baru dunia usaha, baik secara finansial dan non-finansial," kata Shinta kepada detikcom, Rabu (5/6/2024).

Shinta menjelaskan potensi beban yang dimaksud mulai dari implikasi rekrutmen hingga pelatihan pegawai pengganti sementara. Belum lagi perusahaan juga diwajibkan untuk membayarkan gaji karyawan yang cuti hamil secara penuh untuk empat bulan pertama dan 75% gaji untuk cuti bulan ke-5 dan 6.

Kondisi ini dinilai akan memberatkan para pengusaha, khususnya yang masih dalam skala kecil. Sehingga mereka mau tak mau harus mengalokasikan atau menyisikan sebagian pendanaannya untuk membayar biaya masa cuti karyawan tersebut.

"Mau tidak mau manajemen juga harus mengatur substitusi pekerja, peralihan hingga delegasi tugas. Untuk usaha skala kecil yang mau tak mau harus mengalokasikan biaya masa cuti," jelasnya.

Untuk itu Shinta melihat perlu ada dialog sosial yang efektif antara pekerja dan pengusaha disertai pemutakhiran kebijakan mengenai cuti hamil/ melahirkan yang sudah disepakati di dalam PP/ PKB di perusahaan masing-masing.

"Dunia usaha berharap agar penerapan disertai efektivitas peranan strategis pemerintah yang seimbang. Yakni dengan tetap memberikan perlindungan memadai bagi pekerja perempuan yang melahirkan tanpa mengorbankan produktivitas dan daya saing dunia usaha," pungkasnya




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork