Temuan BPK Indofarma Terjerat Pinjol, Erick Thohir Bilang Begini

Anisa Indraini - detikFinance
Sabtu, 08 Jun 2024 08:27 WIB
Menteri BUMN Erick Thohir (kemeja hitam), didampingi Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo (kemeja batik).Foto: Anisa Indraini/detikcom
Jakarta -

Menteri BUMN Erick Thohir menanggapi permasalahan PT Indofarma Tbk, salah satunya terjerat pinjaman online (pinjol). Hal itu terungkap dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Erick mengatakan apa yang dilakukan oleh oknum Indofarma itu merupakan sebuah tindakan korupsi. Persoalan itu pun sudah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Saya belum dapat laporannya, cuma ya kan itu korup, ya, korup," ujar Erick saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/6/2024).

Menurut Erick terkuaknya persoalan di Indofarma merupakan hasil aksi bersih-bersih, dan terus berjalan.

"Kita yang bersih-bersih jalan terus lah, yang penting bukan korup secara sistem, tapi ini ada oknum yang korupsi. Kita mesti bedain lah korup secara sistematik sama oknum yang korup," tuturnya.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan pihaknya yang meminta BPK untuk melakukan audit investigasi terhadap Indofarma.
Berdasarkan hasilnya, tercatat Indofarma melakukan berbagai aktivitas yang berindikasi fraud atau kerugian.

"Di audit semua ternyata banyak pembayaran dari trading-nya Indofarma nggak masuk uangnya ke Indofarma. Dicek ke anak perusahaannya itu, setelah dicek tagihan-tagihannya semua mungkin ada yang belum ditagih, ternyata memang sudah ditagih semua tapi nggak masuk ke Indofarma. Sudah diaudit habis itu kita minta audit investigasi kepada BPK, ternyata...," kata Arya di lokasi yang sama.

"Orang tanya bagaimana dengan pengawasan Kementerian BUMN, itu kan cucu, BUMN-nya kan Biofarma, itu sudah anaknya, cucunya, ya kita kan nggak sampai ke sana," tambahnya.

Temuan BPK soal Indofarma

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dilaporkan BPK ke DPR, Kamis (6/6), tercatat Indofarma dan anak usahanya, PT IGM melakukan berbagai aktivitas yang terindikasi merugikan.

Aktivitas tersebut adalah melakukan transaksi jual-beli fiktif, menempatkan dana deposito atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara, melakukan kerja sama pengadaan alat kesehatan tanpa studi kelayakan dan penjualan tanpa analisa kemampuan keuangan customer, hingga melakukan pinjaman online.

Akibatnya muncul indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar, yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar, persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar, dan beban pajak dari penjualan fiktif FMCG sebesar Rp 18,26 miliar.

Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada direksi Indofarma agar melaporkan ke pemegang saham atas pengadaan dan penjualan alat kesehatan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation yang mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 16,35 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 146,57 miliar.

Indofarma juga diminta berkoordinasi dengan pemegang saham dan Kementerian BUMN untuk melaporkan permasalahan perusahaan dan anak perusahaan kepada aparat penegak hukum, dan mengupayakan penagihan piutang macet senilai Rp 122,93 miliar.




(hns/hns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork