Komisi XI DPR RI mempersoalkan sejumlah mata anggaran yang ada dalam Rancangan Kerja Anggaran (RKA) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025. Salah satunya yang bernama dukungan manajemen (dukman).
Mulanya sejumlah anggota Komisi XI DPR RI menyoroti besarnya mata anggaran yang bernama dukungan manajemen dalam RKA Kemenkeu 2025 dan diminta untuk cari nama lain. Mendengar itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut akan mengevaluasinya dan membuka kemungkinan untuk mengganti nama anggaran tersebut.
"Nanti kami koreksi istilah mengenai itu," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (10/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sri Mulyani menjelaskan, dukungan manajemen justru menjadi mata anggaran yang sangat penting. Dia menyebut, dukungan manajemen berfungsi untuk memeratakan anggaran yang diberikan kepada kantor-kantor Kemenkeu termasuk di daerah terpencil.
"Sehingga jangan sampai ada daerah yang dianggap sebagai buangan atau daerah parkiran, karena semua tugas di Kemenkeu adalah penting," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani mengatakan, besarnya dukungan manajemen dari Kemenkeu untuk pegawainya membuat pengembangan sumber daya manusia (SDM) dengan pengembangan teknologi informasi bisa dilakukan secara bersama-sama.
"Ini yang menyebabkan ada persepsi kok tebal banget. Padahal ini adalah the whole core dari dukungan manajemen tadi," imbuhnya.
Meski begitu, Sri Mulyani menyebut akan tetap mendengarkan masukan dari Komisi XI DPR RI untuk mengganti nama mata anggaran agar lebih sesuai. Sambil bercanda, ia menilai perlu bubur merah putih untuk mengganti nama mata anggaran tersebut.
"Kami nanti coba cari bubur merah putih lagi untuk ganti nama supaya lebih cocok, supaya sesuai dengan.. ya mungkin selamatan atau apa, tapi tujuannya itu nanti namanya," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Frederic Palit mengatakan pihaknya memiliki alasan mempersoalkan nama anggaran tersebut. Menurutnya banyak kementerian memberi nama anggaran dengan nama dukungan manajemen yang dinilai tidak jelas, padahal anggaran yang dialokasikan sangat besar.
"Nomenklatur program ini siapa yang buat, alokasinya rata-rata (kementerian) di atas 50%, semua masuk di situ. Oleh karena itu perbaikan nomenklatur ini yang diperlukan, supaya spending better-nya terjadi, bukan better spending yang terjadi," pungkasnya.
(aid/ara)