Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo menyatakan saat ini Indonesia memiliki tingkat kehilangan atau pemborosan pangan (food loss and waste) hingga mencapai 31%. Oleh karena itu, gerakan stop boros pangan sedang dikampanyekan untuk menekan angka tersebut.
"Stop boros pangan! Kami sedang kampanye stop boros pangan. Food loss and waste Indonesia itu kurang lebih losses-nya 14%, waste-nya 17%, jadi 31% sehingga Bapanas menginisiasi untuk menurunkan food loss and waste," kata Arief dalam acara Festival Pangan Nusantara di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Minggu (28/7/2024).
Untuk menuju ketahanan pangan, kata Arief, Indonesia tidak hanya perlu meningkatkan produksi pangan, tetapi juga harus berperilaku ramah makanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita betul harus meningkatkan produksi, memperluas lahan, intensifikasi, tetapi kalau sudah jadi makanan, jangan dibuang-buang," tegas Arief.
Food loss and waste Indonesia disebut salah satu yang besar di dunia. Angka food loss and waste Indonesia selama 2000-2019 hampir 50 juta ton sampah makanan hingga menyebabkan kerugian ekonomi ratusan triliun.
"Angka food loss and waste Indonesia antara tahun 2000-2019 itu mencapai 23-48 juta ton dan menyebabkan kerugian ekonomi kurang lebih Rp 551 triliun atau setara dengan 4-5% PDB Indonesia," kata Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Bapanas Nyoto Suwignyo dalam acara Green Economy Expo di Jakarta Convention Center, Jumat (5/7).
Banyaknya sampah makanan terjadi saat masyarakat Indonesia sendiri masih ada yang kekurangan pangan. Menurut laporan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) tahun 2023, terdapat 68 kabupaten/kota yang rentan alami rawan pangan.
Dengan jumlah makanan yang terbuang dan menjadi sampah itu, kata Nyoto, bisa memberikan makan hingga ke 125 juta orang atau 47% dari masyarakat Indonesia.
"Dengan nominal sebesar itu, kita sebenarnya mampu memberikan makan sekitar 61-125 juta orang atau 29-47% dari masyarakat Indonesia," tuturnya.
(aid/kil)