Kalah sama Filipina, RI Kehilangan Nilai Ekspor Jumbo dari Kelapa

Kalah sama Filipina, RI Kehilangan Nilai Ekspor Jumbo dari Kelapa

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 27 Sep 2024 17:23 WIB
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Leonardo A.A Teguh Sambodo.
Foto: Aulia Damayanti/detikcom
Jakarta -

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan Indonesia telah menyia-nyiakan potensi ekspor kelapa Rp 89,8 triliun. Padahal produksi kelapa Indonesia sempat menjadi yang terbesar di dunia, kini dikalahkan dengan Filipina.

"Perbedaan kenapa Filipina bisa melampaui Indonesia, karena Filipina terorganisir mengurus kelapanya. Jadi, di sana ada dewan kelapa di bawah bawahnya ini sudah diakui, termasuk kelompok taninya sudah diakui," kata Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Leonardo A.A Teguh Sambodo, dalam media briefing di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/9/2024).

Teguh mengatakan dari sisi penghasil dan pengekspor kelapa, sejak 2020 Indonesia telah dikalahkan dari Filipina. Posisi Indonesia kini kedua di dunia dan Filipina posisi pertama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Filipina sekarang mungkin punya luasan yang terbesar di dunia, sekitar 3,7 juta hektare, sedangkan Indonesia 3,3 hektare, hampir 3,4 ha. Nah bagian-bagian ini juga menjadi semacam pengingat, 'wah ini sudah dilampaui oleh Filipina', sehingga mungkin ada baiknya kita perlu mengkonsolidasi," ucapnya.

Salah satu penyebab Indonesia kalah dari Filipina adalah produktivitas pertanian kelapa yang tidak dapat perhatian. Teguh mengatakan berdasarkan data Kementerian Pertanian tingkat produktivitas kelapa di Indonesia stagnan di angka 1,1 ton per hektare.

ADVERTISEMENT

"Kemudian sebagian besar itu dibudidayakan oleh petani yang polanya konvensional, artinya mereka masih menunggu kemurahan hati alam untuk memberikan hasilnya, dan banyak juga tantangan-tantangan yang sebenarnya sudah tua dan rusak sehingga perlu diganti," terangnya.

Selain itu, ekspor kelapa Indonesia kini banyak yang bocor alias diekspor secara ilegal sehingga tidak ada nilai tambah bagi Indonesia. Padahal pajak ekspor dari kelapa seharusnya bisa digunakan untuk peningkatan industri kelapa di dalam negeri.

Di sisi lain, Filipina yang telah memiliki tata niaga kelapa yang baik sejak lama menyetop ekspor kelapanya. Sementara Indonesia ekspor masih bebas sehingga potensi nilai tambah dari buah itu banyak dikirim ke negara lain secara mentah.

"Kalau di Filipina luasan nomor satu dan Indonesia yang kedua, sedangkan luasa nomor satu nggak boleh keluar (ekspor) berartikan mengandalkan Indonesia sebagai kebun kelapa kedua terluas untuk memasok keluar (ekspor). Ini sebagai satu aspek akan ditindaklanjuti dalam peta jalan ini dan akan dihitung, kontribusinya dari apa," jelasnya.

Untuk diketahui, potensi ekspor beberapa bagian dari buah kelapa sangat tinggi. Misalnya air kelapa US$ 5,25 miliar setara Rp 79,4 triliun, sabut kelapa US$ 320 juta setara Rp 4,8 triliun dan tempurung kelapa US$ 373 juta setara Rp 5,6 triliun.

Maka jumlah potensi kelapa mencapai Rp 89,8 triliun. Total itulah yang sejauh ini Indonesia kehilangan karena tidak dimanfaatkan secara baik.

"Itu potensi yang terbuang, sehingga dengan membangunkan raksasa tidur ini, sebenarnya kita ingin memanfaatkan potensi-potensinya," pungkasnya.

(ada/rrd)

Hide Ads