RI Ingin Gabung BRICS, Apa Bedanya dengan OECD?

RI Ingin Gabung BRICS, Apa Bedanya dengan OECD?

Anisa Indraini - detikFinance
Jumat, 25 Okt 2024 15:09 WIB
Jakarta -

Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian menekankan Indonesia memegang prinsip bebas aktif selama untuk kepentingan nasional dan memiliki manfaat besar. Hal itu diungkapkan saat menanggapi pertanyaan terkait partisipasi Indonesia di forum BRICS dan potensi gangguan terhadap keanggotaan Indonesia di organisasi internasional lain seperti OECD.

Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kemenko Perekonomian, Edi Prio Pambudi mengatakan BRICS dan OECD memiliki peran yang berbeda, meskipun sama-sama organisasi internasional.

"Tolong jangan disamakan. OECD dan BRICS itu platform yang beda. OECD itu adalah lembaga benchmarking untuk standar, bukan trade block, makanya di dalam OECD tidak ada perundingan, yang ada adalah diskusi, konsultasi," jelas Edi kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (25/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

BRICS merupakan kelompok negara-negara berkembang yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Kelompok ini dibentuk untuk memperkuat kerja sama ekonomi, politik dan budaya antara negara-negara anggotanya, serta untuk meningkatkan pengaruh mereka di kancah global.

Sementara OECD adalah kepanjangan dari Organisation for Economic Cooperation and Development atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi yang beranggotakan 38 negara. Upaya keanggotaan Indonesia dan penyelarasan peraturan dengan standar OECD diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat umum seperti meningkatkan nilai investasi, mendorong UMKM menjadi pemain global, hingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).

ADVERTISEMENT

"BRICS sendiri sepertinya tidak hanya isu ekonomi," tutur Edi.

Edi mengungkapkan bahwa BRICS memiliki sejarah yang berbeda dan kini berkembang dengan fokus yang lebih luas. Indonesia disebut pernah ditawari untuk bergabung dengan BRICS, tetapi memilih untuk mempertahankan posisinya sebagai middle power.

"Kita posisinya seperti di G20, kita middle power, di tengah. Makanya kita menjaga supaya kita selalu bisa menjadi connectors, menjadi jembatan antara semua blok," tutur Edi.

Saat ditanya mengenai langkah BRICS yang fokus pada de-dolarisasi, Edi menegaskan bahwa Indonesia lebih berfokus pada efisiensi ekonomi. Indonesia telah mengembangkan transaksi dengan mata uang lokal (Local Currency Transaction/LCT) sebagai salah satu langkah efisiensi ekonomi.

Indonesia tidak ingin memihak oleh suatu negara tertentu yang bisa mengganggu keseimbangan dalam perekonomian nasional.

"Kalau kita sebenarnya melihatnya adalah efficient economy. Bagaimana mencari selalu peluang-peluang yang membuat ekonomi kita efisien, tidak kemudian hanya spesifik bicara politik untuk memihak ini, memihak itu," tegasnya.

(aid/ara)

Hide Ads