Meski menuai pro dan kontra, langkah Indonesia merilis pernyataan bersama dengan China dalam kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing November 2024 lalu dinilai sebagai langkah yang dapat dipahami. Selama Indonesia tetap tegas berpegang pada hukum laut internasional, yaitu United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).
Pandangan ini muncul dan memperoleh penekanan dalam diskusi berjudul Hubungan Indonesia-China Pasca Joint Statement: Perspektif Diplomasi dan Keamanan, yang diselenggarakan oleh Indonesian Maritime Security Initiative (Indomasive), sebuah organisasi yang secara khusus mempelajari dan mendalami mengenai keamanan laut di Indonesia.
Diskusi yang dimoderatori oleh pemerhati Cina asal Universitas Presiden Muhammad Farid tersebut dihadiri oleh dekan Fakultas Keamanan Nasional (FKN) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Mayjen TNI Puji Widodo, serta Ketua Program Studi Keamanan Maritim UnHan RI, Kolonel Laut Dr. Panji Suwarno. Hadir pula dalam acara tersebut Johanes Herlijanto, ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pemaparannya, Pujo Widodo menjelaskan situasi geopolitik yang dihadapi Indonesia pada tahun 2025 dan tahun tahun mendatang, antara lain meningkatnya kompetisi strategis antara Cina dan Amerika Serikat (AS) serta potensi penyerbuan Cina ke Taiwan.
Menurutnya, hal itu mengakibatkan berkembangnya resiko keamanan dan ketegangan militer di Kawasan. Meski demikian, Widodo mengapresiasi langkah pemerintah Indonesia yang dengan piawai menavigasi hubungan Indonesia antara Barat dan Cina.
"Indonesia bersedia melakukan latihan militer dengan AS dan negara-negara lainnya, tetapi juga siap menjajagi kerja sama ekonomi dengan Cina," tuturnya.
Meski demikian, ia mengingatkan masih terdapatnya kecurigaan di kalangan Indonesia terhadap potensi pencaplokan wilayah Indonesia yang kaya akan migas oleh Cina.
Menurutnya, Indonesia tetap berupaya mencegah dominasi Cina di Asia Tenggara, antara lain dengan mengajak negara-negara Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk bersatu menghadapi Cina.
Dalam pandangannya, Indonesia perlu melakukan berbagai langkah pencegahan, antara lain, dengan melakukan penebalan kekuatan, khususnya TNI Angkatan Laut di wilayah wilayah yang rawan ancaman.