Kolom

Trump Genjot Tarif Impor China Cs, Siap-siap Perang Dagang Jilid II

Ariawan Gunadi - detikFinance
Kamis, 06 Feb 2025 14:59 WIB
Foto: BBC World
Jakarta -

Terbaru pada tanggal 1 Februari 2025, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, secara resmi menetapkan kebijakan yang memperketat regulasi perdagangan internasional dengan menerapkan tarif impor signifikan terhadap sejumlah produk yang berasal dari negara mitra dagang utama. Kebijakan ini mencakup pengenaan tarif sebesar 25% terhadap barang-barang yang diimpor dari Kanada dan Meksiko, sementara produk yang berasal dari China dikenakan bea masuk sebesar 10%.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi proteksionisme ekonomi yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri AS dari persaingan global yang dinilai tidak seimbang serta untuk mengoreksi defisit neraca perdagangan dengan negara-negara tersebut. Kebijakan tarif ini tidak hanya berimplikasi terhadap dinamika hubungan perdagangan bilateral, tetapi juga berpotensi memicu ketegangan ekonomi yang lebih luas, mengingat ketiga negara tersebut memiliki keterikatan erat dalam jaringan perdagangan internasional, khususnya dalam kerangka Perjanjian Amerika Utara dan hubungan dagang AS-China yang selama ini menjadi perhatian utama dalam kebijakan perdagangan global.

Sebagai negara mitra dagang utama AS, Kanada dan Meksiko memiliki kepentingan strategis dalam perdagangan internasional, terutama dalam ekspor komoditas unggulan mereka. Kanada, yang menjadi pemasok utama minyak mentah bagi AS, serta Meksiko, yang berperan penting dalam ekspor buah, sayuran, dan suku cadang kendaraan.

Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, menegaskan pemerintahannya akan memberlakukan tarif sebesar 25% terhadap impor produk AS yang memiliki nilai perdagangan mencapai C$ 155 miliar. Tarif ini mencakup berbagai barang konsumsi, seperti produk rumah tangga, kayu, dan minuman beralkohol, sebagai upaya untuk melindungi kepentingan ekonomi domestik.

Langkah serupa juga diambil oleh Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum, yang mengumumkan kebijakan defensif guna mengurangi dampak negatif dari kebijakan perdagangan AS terhadap sektor ekonomi Meksiko. Sementara itu, China secara terbuka mengecam kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump, meskipun hingga saat ini belum mengumumkan langkah-langkah konkret sebagai bentuk respons terhadap kebijakan tersebut.

Jika kita meninjau kembali kebijakan yang diambil oleh Donald Trump pada tahun 2018 terhadap China, di mana pemerintah AS saat itu menerapkan kenaikan tarif impor yang cukup drastis, maka langkah serupa yang baru-baru ini disahkan pada awal Februari dapat berpotensi menimbulkan eskalasi ketegangan ekonomi yang mengarah pada babak baru perang dagang.

Kebijakan tarif yang diberlakukan dalam konteks perdagangan internasional tidak hanya sekadar instrumen proteksi ekonomi domestik, tetapi juga memiliki implikasi luas terhadap stabilitas hubungan bilateral serta dinamika perdagangan global. Jika tidak disertai dengan langkah mitigasi yang memadai, peningkatan tarif tersebut dapat memicu retaliasi dari negara mitra dagang, menciptakan efek domino yang menghambat arus perdagangan internasional dan memperburuk kondisi perekonomian global.

Dalam perspektif hukum internasional, kebijakan perdagangan yang bersifat represif ini berpotensi bertentangan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam perjanjian. Kebijakan tersebut merupakan bentuk tindakan proteksionisme yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perdagangan bebas yang diatur dalam perjanjian internasional seperti General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Pengenaan tarif secara sepihak tanpa dasar yang jelas tidak hanya dapat memicu ketegangan dalam hubungan dagang internasional, tetapi juga berpotensi menimbulkan retaliasi dari negara mitra, sehingga menciptakan efek domino yang dapat merugikan perekonomian global. Dalam perspektif GATT, kebijakan semacam ini berisiko melanggar prinsip Most Favored Nation (Pasal I), Tariff Binding (Pasal II), serta National Treatment (Pasal III).

Misalnya, apabila suatu negara menetapkan tarif yang lebih tinggi hanya terhadap negara tertentu, tindakan ini melanggar prinsip non-diskriminasi dalam Pasal I GATT. Demikian pula, jika tarif impor dinaikkan melebihi batas yang telah disepakati dalam perjanjian WTO, maka kebijakan tersebut bertentangan dengan Pasal II GATT.

Selain itu, apabila suatu negara memberikan perlakuan istimewa bagi produk domestik melalui subsidi atau regulasi yang membatasi produk impor, maka tindakan ini dapat dianggap bertentangan dengan prinsip yang diatur dalam Pasal III GATT. Oleh karena itu, kebijakan perdagangan yang diskriminatif tanpa justifikasi yang sah berpotensi menimbulkan permasalahan hukum dalam sistem perdagangan multilateral.

Lebih lanjut, kebijakan proteksionisme berupa kenaikkan tarif impor akan mengganggu efisiensi pasar dan alokasi sumber daya yang optimal. Meskipun bertujuan melindungi industri domestik, namun tarif yang tinggi dapat menyebabkan kenaikan harga barang impor dan membebani konsumen domestik dengan harga yang lebih tinggi dikarenakan menyebabkan peningkatan biaya produksi bagi perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor dan dapat mengurangi daya saing produk mereka di pasar internasional.

Selain itu, ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan yang agresif dapat menurunkan kepercayaan investor dan pelaku pasar, yang berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global.

Lanjut ke halaman berikutnya



Simak Video "Video: Tarif Impor Baru Ditunda 90 Hari, Trump Buka Peluang Negosiasi"

(ang/ang)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork