Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8% pada 2029. Seiring dengan target tersebut, pemerintah juga melakukan efisiensi anggaran hingga Rp 306 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti mengatakan, tidak ada negara yang dapat mencapai status negara maju apabila masih terjebak dalam Middle-Income Trap. Menurutnya pemerintah perlu mengelola anggaran belanja dengan tepat.
"Belanja pemerintah (government expenditure) perlu dikelola dengan cermat agar tidak menciptakan kerentanan terhadap pertumbuhan ekonomi di masa depan," ujar Esther dalam diskusi "Pertumbuhan Ekonomi 8%: Utopis atau Realistis?" di Jakarta, Rabu kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal berpendapat, pertumbuhan ekonomi di atas 5%, bahkan mencapai 8% masih memungkinkan dengan syarat adanya terobosan dan akselerasi yang signifikan.
Menurutnya untuk mencapai angka tersebut, pemerintah perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kesiapan infrastruktur, dan pengelolaan program prioritas yang baik.
"Efisiensi memang diperlukan untuk meminimalisir potensi mark-up anggaran, namun perlu kehati-hatian dalam penerapannya agar tidak menghambat kinerja pemerintah," katanya.
Menyikapi pandangan tersebut, Deputi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), M. Isra Ramli menegaskan, penambahan jumlah kementerian dalam kabinet tidak serta-merta menyebabkan pemborosan.
Menurutnya, saat ini terdapat 48 kementerian dari sebelumnya 34. Namun, hal ini tidak lantas menjadi beban anggaran. Pasalnya, efisiensi yang dilakukan justru bertujuan untuk menghapus program-program yang tidak memberikan manfaat langsung bagi rakyat.
"Penghematan anggaran justru sangat diperlukan mengingat adanya anomali dalam realisasi anggaran di beberapa kementerian," ujarnya.
Simak juga Video 'CT Sarankan Sektor Riil Diikutsertakan dalam Bauran Kebijakan Ekonomi RI':