Semangat relawan mengatur palang pintu kereta tak luntur meski diterpa panasnya sinar matahari. Kedua mata sigap memantau situasi di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) , sementara tangan mereka sibuk memberi isyarat saat mengatur pergerakan kendara.
Meski bukan pegawai resmi PT KAI (Persero), hal itu mereka lakukan setiap hari. Samsul, salah satu relawan di PJL 18 Volvo, Pasar Minggu, Jakarta Selatan mengaku sudah setahun lebih menggantungkan hidupnya di palang pintu tersebut.
Ia dan 9 orang lainnya secara bergantian menjaga palang perlintasan kereta dari pagi hingga malam. Saat beruntung, ia bisa memperoleh Rp 200 ribu per hari. Namun, tak jarang ia hanya membawa pulang Rp 25 ribu dalam sehari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak ada pilihan lain, itu semua Samsul lakukan karena sulitnya mencari pekerjaan. Di sisi lain pria berusia 28 tahun itu juga perlu menghidupi dirinya sendiri tanpa bergantung kepada orang tua.
"Masalahnya kita emang nggak dapat kerja gitu kan, ya sudah mau gimana kita jalanin aja di sini," katanya saat ditemui detikcom PJL 18 Volvo, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Minggu (16/2/2025).
Samsul memang mengaku punya ketertarikan bekerja di lingkungan perkeretaapian. Berawal dari niat membantu kemacetan di JPL, kini menjadi rutinitasnya sehari-hari.
Lokasi itu pun bak rumah kedua bagi Samsul. Para relawan yang usianya beragam, dengan latar belakang berbeda, terus mengatur lalu lintas di sana sambil sesekali beristirahat di bawah pohon kersen yang tumbuh di area itu.
"Kita sih namanya emang nggak ada kerjaan ya, kita bantu-bantu juga. Ya sudah mau gimana akhirnya kan ikutin aja kerja di lapangan bantu-bantu yang pada parkir, bantu yang macet," imbuhnya.
Samsul mengaku tak ada kegiatan lain selain bekerja menjadi relawan penjaga palang pintu kereta. Nasib serupa dialami relawan lainnya yang hanya mengandalkan pendapatan di jalur perlintasan kereta.
![]() |
Sementara itu, Azis yang menjadi relawan di JPL 36 Gang Sentiong, Senen, Jakarta Pusat, juga sudah hidup dari menjaga perlintasan kereta sejak 2018. Selama 7 tahun itu ia mengatur jalan saat terjadi kepadatan sambil berharap kebaikan para pengguna jalan.
Pendapatannya tak menentu, antara Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu pun per harinya. Namun lebih dari itu, Azis mengaku memilih profesinya saat ini demi menjaga keamanan di sekitar lokasi.
"Di Sentiong ini ada hampir 7 tahun dari 2018 sampai 2025. Saya pemain lama tuh. Milih jadi relawan karena satu, kita nggak tahu ya kita jangan sampai kejadian yang nggak-nggak. Misalnya ada motor nih mogok, ini ada yang membantu nih relawan," sebut Azis.
"Apalagi kan sampai motor selip pas hujan, ini aspalnya kan turun. Yang tadinya lurus ini kan turun, jadi motor yang nggak bisa, kita bantu," tambah dia.
Tak adanya pekerjaan lain menjadi alasan para relawan bertahan dengan pekerjaannya. Selain Samsul atau Azis, beberapa relawan bahkan ada yang 'mengabdi' hingga puluhan tahun sebagai relawan penjaga palang pintu kereta.
(acd/acd)