Bank Indonesia (BI) membantah kalau kondisi deflasi RI menjadi sinyal dari terjadinya pelemahan daya beli masyarakat. Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terjadi deflasi 0,09% secara tahunan (year on year/yoy) pada Februari 2025.
Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Juli Budi Winantya menjelaskan, untuk melihat laju daya beli sendiri biasanya direpresentasikan dengan mengacu pada inflasi inti. Hal ini karena lebih mencerminkan interaksi antara penawaran dan permintaan.
"Terkait dengan inflasi inti sendiri, ini sampai dengan bulan Februari, inflasi ini secara tahunan ada di kisaran 2,5%, 2,48%. Jadi masih di angka yang relatif rendah dan stabil," kata Juli, dalam acara Pembahasan Asesmen Ekonomi Terkini di Tugu Kuntskring Palais, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Baca juga: RI Deflasi Lagi Gegara Diskon Tarif Listrik |
Juli menambahkan, apabila melihat pada angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga di rilis BPS pada triwulan IV dan keseluruhan tahun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih ada di kisaran 5%.
"Sehingga, menurut kami ini masih cukup baik, terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Sebelumnya, BPS melaporkan terjadi deflasi 0,09% secara tahunan (year on year/yoy) pada Februari 2025 atau terjadi penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) menjadi 105,48 dari sebelumnya 105,58. Bisa dibilang deflasi tahunan ini merupakan fenomena langka di Indonesia.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan deflasi tahunan pernah terjadi pada Maret 2000. Saat itu Indonesia mengalami deflasi tahunan 1,10% yang utamanya disumbang oleh kelompok bahan makanan.
"Menurut catatan BPS, deflasi year on year pernah terjadi pada Maret 2000 di mana pada saat itu deflasi sebesar 1,10%, di mana deflasi itu disumbang, didominasi oleh kelompok bahan makanan," kata wanita yang akrab disapa Winny dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).
Winny membantah jika deflasi tahunan ini terjadi karena penurunan daya beli. Hal ini disebut terjadi karena pengaruh diskon tarif listrik 50% yang berlaku pada Januari-Februari 2025.
"Ini bukan karena penurunan daya beli, tetapi karena pengaruh dari diskon tarif listrik. Ini yang memberikan andil deflasi dua bulan berturut-turut karena ini kebijakan pemerintah melalui diskon tarif listrik 50%," jelas Winny.
Menurutnya, penurunan daya beli biasanya dikaitkan dengan komponen inti, namun pada Februari 2025 komponen inti masih mengalami inflasi tahunan 2,48%. Komponen ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil inflasi 1,58%, di mana komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah emas perhiasan, minyak goreng, kopi bubuk dan nasi dengan lauk.
"Komponen inti masih mengalami inflasi tahunan sebesar 2,48%. Biasanya daya beli itu dikaitkannya dengan komponen inti. Komponen inti ini memberikan andil inflasi terbesar dengan andil inflasi sebesar 1,58%," tegas Winny.
(shc/rrd)