Pasar saham global anjlok pada Jumat (4/4/2025). Hal ini terjadi setelah China menyatakan akan menerapkan bea masuk sebesar 34% terhadap semua produk Amerika Serikat (AS), untuk membalas kebijakan tarif baru Presiden AS Donald Trump.
Sebelumnya, Trump telah mengumumkan kenaikan tarif untuk produk impor dari ratusan negara di dunia, termasuk China. Semua produk China yang diimpor ke AS dikenakan tarif tambahan sebesar 34%.
Sebagaimana dilansir dari Reuters, Sabtu (5/4/2025), kondisi tersebut memperkuat sinyal akan terjadinya perang dagang, hingga mengguncang investor, serta meningkatkan kekhawatiran akan datangnya resesi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pergeseran Nasdaq Composite (.IXIC) mengonfirmasi pasar yang melemah untuk industri teknologi, dibandingkan dengan rekor penutupan tertingginya 20.173,89 pada 16 Desember lalu. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average (.DJI), terkoreksi ke rekor penutupan tertingginya di 45.014,04 pada 4 Desember.
China sendiri telah menambahkan 11 badan AS ke dalam daftar 'entitas tidak dapat diandalkan' (unreliable entities), yang memungkinkan Beijing mengambil tindakan hukuman terhadap entitas asing. Ini termasuk perusahaan yang terkait dengan penjualan senjata ke Taiwan, yang diklaim China sebagai bagian dari wilayahnya.
Balasan lain yang dilakukan oleh Negara Tirai Bambu ini ke Trump ialah pembatasan atas ekspor beberapa jenis logam tanah jarang (rare earth). Sementara itu, Negara-negara lain yang terkena dampak tarif baru Trump seperti Kanada juga telah bersiap untuk melakukan 'serangan' balasan.
Kebijakan baru Trump dengan menaikkan tarif impor ke level tertinggi dalam lebih dari satu abad menyebabkan anjloknya pasar keuangan dunia. Pada minggu ini, S&P 500 turun 9,08%, Nasdaq turun 10,02%, dan Dow turun 7,86%.
Indeks Russell 2000 Small Cap turun 9,70%. Bank investasi J.P. Morgan memperkirakan peluang ekonomi global memasuki resesi sebesar 60% pada akhir tahun, naik dari 40% perkiraan sebelumnya.
"Ini signifikan dan sepertinya tidak mungkin berakhir begitu saja, oleh karena itu muncul reaksi negatif pasar. Investor takut akan situasi perang dagang 'balas dendam," kata Ahli Strategi Pasar & Ekuitas, Tradition, Stephane Ekolo.
Sementara itu, Senator AS dari Partai Republik Ted Cruz, pendukung setia Trump, memperingatkan bahwa tarif dapat menimbulkan risiko besar bagi ekonomi AS dan bagi keberuntungan politik Partai Republik.
"Dampaknya adalah triliunan dolar pajak yang meningkat pada konsumen Amerika," kata Cruz, dalam podcastnya.
Cruz berharap, Trump akan menggunakan tarif sebagai daya ungkit untuk meyakinkan negara lain agar menurunkan hambatan perdagangan mereka sendiri. Namun dia memperingatkan bahwa perang dagang yang berkepanjangan akan menjadi hasil yang mengerikan bagi warga Amerika.
dalam kesempatan terpisah, Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan pada konferensi jurnalis bisnis, tarif tersebut lebih besar dari yang diharapkan. Kebijakan ini juga meningkatkan risiko inflasi yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat.
Powell mengatakan, pihaknya akan fokus untuk menjaga ekspektasi inflasi tetap terjangkar jika tarif Trump memicu tekanan harga yang lebih persisten. Ia tidak secara langsung membahas aksi jual saham AS, tetapi ia mengakui bahwa ketidakpastian telah menghentikan keputusan bisnis.
"Orang-orang hanya, mereka hanya menunggu kejelasan," kata Powell.
(shc/fdl)