Kebijakan tarif Trump menimbulkan ketidakpastian global yang tercermin pada harga saham di berbagai negara yang mengalami penurunan. Di mana investor dalam jangka pendek, khususnya di Emerging Market Economies (EMEs), seperti Indonesia merelokasi portofolionya ke asset negara yang dianggap aman (safe-haven).
Demikian juga dengan nilai tukar EMEs mengalami depresiasi karena capital outflow, investor mencari mata uang safe-haven. Hal ini terjadi dengan rupiah yang terdepresiasi hingga 17.261 per dolar AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejalan dengan Murice Obstfeld (Project Syndicate, 19/12/2024), kebijakan tarif tinggi Trump dapat menjerumuskan perekonomian AS dalam jangka pendek dan menengah ke dalam stagflasi, yaitu kombinasi antara pelambatan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran.
Kebijakan tarif Trump berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia melalui jalur perdagangan. Kontribusi ekspor barang dan jasa terhadap Gross Domestic Product (GDP) Indonesia mencapai sekitar 22,18% pada tahun 2024.
Tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia adalah AS sebesar US$ 26,3 miliar. Komoditas ekspor utama Indonesia yang paling terdampak adalah mesin/peralatan elektrik, pakaian dan aksesoris rajutan, alas kaki, serta pakaian dan aksesoris non-rajutan.
Bagi AS, ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar satu persen dari total impor AS. Impor AS tertinggi berasal dari European Union (EU) sebesar 18,5% dan China sebesar 13,4%. Di mana EU dan China yang paling terdampak dari kebijakan tarif Trump.
Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi kebijakan tarif Trump sehingga tidak mendistorsi pertumbuhan ekonomi nasional? Langkah pertama, inward-looking, meningkatkan konsumsi domestik dan meningkatkan efisiensi industri manufaktur sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
Langkah kedua, reformasi tataniaga ekspor dan impor dengan menghilangkan hambatan tariff dan non-tariff. Konsistensi pemerintah menghapus kuota impor terhadap barang-barang yang produksi dalam negerinya sangat kecil, khususnya barang kebutuhan pokok.
Langkah ketiga, outward-looking, melakukan negosiasi langsung, bukan retaliasi, dengan pemerintahan Trump untuk merelaksasi tarif terhadap produk ekspor Indonesia. Di mana, produk ekspor Indonesia ke AS adalah barang yang bersifat komplementer (tidak bersifat subtitusi) dengan produk AS.
Langkah keempat, mencari pasar ekspor baru, seperti ke EU dan Timur Tengah. Mengingat ekspor Indonesia ke kawasan ini jumlahnya masih sangat kecil, khususnya untuk produk elektronik, tekstik dan produk dari tekstil.
Kabar baiknya, dalam menghadapi retaliasi dari China, pemberlakuan tarif balasan dari China terhadap tarif Trump, pemerintahan Trump mulai mencari mitra dengan membuka pintu negosisasi dengan Jepang dan Korea Selatan (Korsel).
Namun, pemerintah Indonesia tetap harus waspada mengingat kebijakan tarif Trump sejak awal ditujukan untuk mewujudkan keseimbangan perdagangan dengan sejumlah negara, pembiayaan defisit, dan membayar utang pemerintah AS.
Muhammad Syarkawi Rauf
Dosen FEB Universitas Hasanuddin
Ketua KPPU RI 2015-2018
(ang/ang)