Sanksi yang Terbatas
UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, tidak memberikan pengaturan mengenai sanksi yang tegas apabila kewajiban yang diberikan kepada para pihak tidak dilaksanakan/dilaksanakan namun tidak optimal. Sebagai contoh, kewajiban mengenai pengalokasian paling sedikit 40% produk/jasa Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil produksi dalam negeri dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan kewajiban penyediaan tempat promosi, pengembangan usaha sebesar 30% pada infrastruktur publik yang mencakup terminal, bandar udara, pelabuhan, stasiun kereta api, tempat istirahat dan pelayanan jalan tol serta infrastruktur publik lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, pelaksanaan kewajiban tersebut merupakan hal yang sangat krusial. Tanpa adanya sanksi yang mengatur apabila kewajiban tersebut tidak dilaksanakan atau dilaksanakan namun tidak optimal, maka dapat dipastikan pelaksanaannya tidak akan maksimal. Sehingga penambahan sanksi yang lebih tegas merupakan hal yang patut dipertimbangkan dalam revisi Undang Undang UMKM.
Pemberdayaan UMKM dan Asta Cita Prabowo-Gibran
UU Nomor 20 Tahun 2008 telah mengamanatkan kewajiban pemberdayaan UMKM secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan kepada pemerintah. Hal ini sejalan dengan Asta Cita ketiga dari pemerintahan Prabowo-Gibran yakni: Peningkatan lapangan kerja berkualitas, mendorong kewirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.
Mewujudkan hal tersebut, bukanlah pekerjaan mudah. Pemberdayaan UMKM tidak dapat tercapai dengan maksimal apabila tidak dipayungi dengan regulasi yang mampu mengimbangi perkembangan zaman.
Diperlukan langkah yang tidak hanya strategis, namun juga terukur. Sejauh ini, pemerintah memang telah membuat kebijakan yang bertujuan untuk membantu UMKM seperti misalnya penghapusan utang macet bagi UMKM sebagaimana tertuang dalam PP Nomor 47 Tahun 2024.
Namun sebaiknya kita perlu ingat bahwa untuk mencapai pemberdayaan UMKM yang lebih maksimal, tidak cukup apabila hanya menyasar pada pembuatan kebijakan tanpa adanya pembaharuan payung utama regulasi mengenai UMKM agar relevan dengan perkembangan zaman.
Dengan berbagai tantangan yang ada, revisi Undang Undang UMKM bukan lagi menjadi sekedar opsi melainkan kebutuhan mendesak agar UMKM benar-benar menjadi tulang punggung ekonomi nasional yang tangguh, kompetitif serta berdaya.
Rahardian Satya Mandala Putra
Asisten Staf Ahli Menteri UMKM Bidang Hukum dan Kebijakan Publik
Tonton juga Video: Mendag Dorong UMKM Bersaing di Pasar Internasional
(ang/ang)