Dulu Diabaikan, Kini Laut Diincar Jadi Poros Logistik dan Industri

Dulu Diabaikan, Kini Laut Diincar Jadi Poros Logistik dan Industri

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 02 Jun 2025 11:52 WIB
Kabupaten Karimun yang berada di Kepulauan Riau berada di tapal batas Indonesia. Kawasan itu hanya terpisah laut dari negara tetangga Singapura.
Ilustrasi Laut RI/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta -

Pengembangan ekonomi berbasis maritim di Provinsi Riau kembali menjadi sorotan. Hal setelah adanya usulan besar untuk visi daerah tersebut. Menurut pengamat maritim, Marcellus Hakeng Jayawibawa, Riau memiliki potensi luar biasa yang selama ini belum dioptimalkan secara sistemik dan berkelanjutan.

"Pengembangan kekuatan ekonomi Riau dari sisi maritim merupakan peluang strategis yang belum sepenuhnya dioptimalkan. Sebagai salah satu Provinsi dengan garis pantai yang Panjang di Indonesia, kedekatan geografis dengan Selat Malaka, serta keberadaan wilayah pesisir yang luas, Riau memiliki modal dasar untuk menjadikan laut sebagai pusat pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (2/6/2025).

Ia menambahkan bahwa sektor-sektor seperti perikanan, pariwisata bahari, perkapalan, dan transportasi laut menawarkan ruang ekspansi ekonomi yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, visi gubernur terdahulu, yakni Saleh Djasit tentang pembangunan Riau berbasis maritim bukan hanya progresif, tetapi juga visioner.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Gagasan tersebut mengintegrasikan pelabuhan, kawasan industri, dan jalur distribusi dalam satu sistem logistik laut yang terpadu. Wilayah-wilayah pesisir seperti Dumai, Bengkalis, Siak, Pelalawan, dan Indragiri Hulu dirancang sebagai simpul-simpul ekonomi yang saling terhubung," tuturnya.

Saleh Djasit menggandeng konsultan asing dan perusahaan besar seperti Caltex Pacific Indonesia (CPI) untuk merancang perencanaan yang berbasis data dan sains. "Lebih dari satu juta dolar AS diinvestasikan untuk studi kelayakan. Ini menunjukkan bahwa beliau sangat serius dalam membangun fondasi ekonomi maritim yang kokoh," jelas dia.

ADVERTISEMENT

Namun demikian, dinamika politik dan lemahnya kelembagaan membuat proyek ini tidak berlanjut setelah masa jabatannya berakhir. Menurutnya, ketiadaan policy legacy yang terstruktur menyebabkan proyek tersebut tidak memiliki kesinambungan. "Dalam kebijakan publik, ini disebut lemahnya institutional memory. Ketika kebijakan bergantung pada figur, bukan sistem, maka kesinambungan pembangunan menjadi rapuh," katanya.

Ditambahkan olehnya bahwa kini seiring meningkatnya urgensi pembangunan infrastruktur dermaga di Buruk Bakul dan kawasan pesisir lainnya, warisan pemikiran tersebut harusnya kembali mendapat perhatian. Dengan kehadiran kepala daerah yang baru, diharapkan akan menelurkan Konsep yang bisa mengaktualisasi Visi Riau 2020 bahkan dapat ditingkatkan konsepnya menjadi menjadi Riau Maritime Corridor-sebuah jaringan ekonomi maritim yang mendukung ekonomi biru (blue economy), pelabuhan ramah lingkungan (green port development), dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

"Saya berharap banyak kepada sosok Pemimpin baru di Provinsi Riau ini. Sosok Anak Muda dengan semangat serta pemikiran yang luar biasa. Karena dengan menempatkan laut sebagai medium utama distribusi, efisiensi logistik akan meningkat, biaya produksi menurun, dan daya saing produk lokal terdongkrak," tegas Hakeng. Ia menambahkan, Riau memiliki semua komponen untuk menjadi maritime logistics cluster yang tangguh dan mampu bersaing dengan kawasan industri di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Untuk mencapai tujuan tersebut, tambah Hakeng, pembangunan infrastruktur pelabuhan di Riau harus mengikuti pendekatan Port Connectivity and Integrated Maritime Development. Pelabuhan strategis seperti Dumai, Tanjung Buton, Pelabuhan RAPP Futong, dan Kuala Enok perlu diintegrasikan dalam satu sistem ekosistem logistik laut. Menurut Capt. Marcellus Hakeng, sinergi lintas sektor, dukungan regulasi, dan perencanaan spasial yang berbasis kajian kelautan adalah kunci utama keberhasilan.

"Lebih dari itu, konektivitas maritim yang efisien akan memperkuat posisi Riau dalam rantai pasok nasional dan internasional. Ini akan menjadikannya simpul logistik utama di wilayah barat Indonesia," imbuh Hakeng.

"Ini tentang membangun masa depan. Warisan ini perlu diwujudkan dalam proyek konkret dan terukur. Tidak ada waktu yang lebih tepat dari sekarang," sambung dia.

Hakeng mendorong agar pemerintah daerah, pemerintah pusat, sektor swasta, dan akademisi bersatu untuk membangun kembali fondasi maritim Riau. Dalam era ketika dunia menyoroti potensi blue economy, inisiatif seperti Riau Maritime Corridor adalah jawaban nyata bagi transformasi ekonomi yang berkelanjutan.

"Laut adalah masa depan. Riau punya semua syarat untuk menjadi pusat kekuatan ekonomi berbasis maritim. Yang dibutuhkan sekarang hanyalah kemauan politik dan komitmen kolektif untuk mewujudkannya ini," ujarnya.


Hide Ads