Pemerintah diminta untuk memberikan insentif pajak untuk sektor pendidikan. Termasuk kepada industri yang mengelola program praktisi mengajar sebagaimana saat ini pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang mengembangkan Research and Development (R&D) yang dituangkan didalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2019 yang diberi nama super deduction tax.
Preskom PT Dynaplast yang juga anggota Majelis Wali Amanat Universitas Negeri Semarang (UNNES) Gunawan Tjokro mengungkapkan, kemudian insentif pajak di atas diperuntukkan untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat dibutuhkan untuk menyambut Indonesia Emas tahun 2045.
Peraturan yang diberlakukan mulai tanggal 26 Juni 2019 intinya mendorong korporasi untuk melakukan research and development. Pembelian capex yang dibutuhkan beserta seluruh biaya biayanya bisa di klaim ke Pemerintah melalui pemotongan pajak, bahkan dikalikan 2-3x, sangat luar biasa.
"Masalah R and D bukan sekadar alat atau bangunan yang megah namun ini sangat berhubungan dengan inovasi, creativity dan hal-hal yang sangat ilmiah dan berhubungan dengan kemampuan SDM. Program Praktisi Mengajar secara masif dan terstruktur dapat menjadi 1 jalur yang menghubungkan industri dan akademisi diharapkan akan terjadi sinergi yang hebat untuk mencetak SDM unggul," kata dia dalam keterangannya, ditulis Minggu (22/6/2025).
Dia mengusulkan agar Anggaran Pemerintah yang dialokasikan di Super Deduction Tax Program yang tadinya dialokasikan untuk R and D barangkali bisa diperluas ke program Praktisi Mengajar.
Platform digital menjadi faktor penting karena dapat mengatasi kendala konvensional seperti jarak dan waktu. Agar memberikan dampak besar, platform tersebut perlu mematuhi prinsip demokratisasi, kemudahan, interoperabilitas, dan keamanan. Inisiatif berupa Kedai Reka yang dilakukan pemerintah perlu dikembangkan dengan melibatkan lebih banyak pihak.
Agar kedua strategi tersebut dapat diimplementasikan, masalah egosektoral yang menjadi masalah laten dalam kerja sama antarinstitusi juga harus dituntaskan.
Gunawan juga menyebut saat ini masih ada kendala untuk menghubungkan akademisi dan industri menyebabkan banyak kerepotan dan hilangnya potensi keuntungan.
Dari sisi perguruan tinggi, tersendatnya sinergi industri dan perguruan tinggi membuat banyak hasil riset tidak dapat dihilirkan. Akibatnya, katanya, investasi miliaran dana riset yang dikeluarkan kampus tidak memberi benefit ekonomi yang layak. Padahal, semua perguruan tinggi membutuhkan pengembangan secara finansial supaya tidak tergantung pada dana masyarakat dan bantuan operasional dari pemerintah.
Pada saat yang sama, dia juga melihat bahwa banyak lulusan perguruan tinggi yang kesulitan memasuki dunia industri. Mereka sudah mengikuti kuliah, dinyatakan lulus dan punya gelar, tetapi kompetensi yang mereka miliki dinilai kurang relevan dengan kebutuhan industri.
"Ini adalah kesenjangan yang menjadi persoalan besar bagi bangsa Indonesia. Kondisi ini menyebabkan jumlah pengangguran terdidik menjadi semakin besar," ungkapnya.
Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 menunjukkan sebanyak 5,25 lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran. Angka tersebut paralel dengan 842.378 orang.
Untuk itu, kata dia, kendala yang menghalangi sinergi perguruan tinggi harus segera diatasi. Pulau akademisi dan praktisi yang selama ini hanya dihubungkan oleh pelabuhan kecil, harus difasilitas alat perhubungan yang lebih massif.
(kil/kil)