PM Thailand Dibekukan, Ekonomi Negeri Gajah Putih di Ambang Resesi!

PM Thailand Dibekukan, Ekonomi Negeri Gajah Putih di Ambang Resesi!

Ilyas Fadilah - detikFinance
Rabu, 02 Jul 2025 09:12 WIB
Ribuan pendukung Partai Pheu Thai memadati kawasan markas besar partai di Bangkok, Jumat (27/6/2025), untuk menunjukkan dukungan mereka kepada Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra. REUTERS/Chalinee Thirasupa
Foto: REUTERS/Chalinee Thirasupa
Jakarta -

Thailand masuk ke krisis politik yang mengancam perekonomian bagi negara tersebut. Thailand sebenarnya nyaris masuk ke jurang resesi dan menghadapi banyak tantangan, termasuk salah satunya dampak perang dagang global yang belum reda.

Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi Thailand telah menangguhkan jabatan Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra mulai 1 Juli 2025, seiring penyelidikan atas dugaan pelanggaran etika dalam sengketa diplomatik dengan Kamboja.

Penangguhan ini diajukan oleh senator konservatif, yang menilai Paetongtarn bertindak tidak patut saat menangani perselisihan perbatasan. Konflik Thailand dan Kamboja telah berlangsung lama hingga memicu bentrokan pada Mei lalu dan menewaskan seorang tentara Kamboja.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketegangan meningkat setelah rekaman percakapan telepon Paetongtarn dengan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, bocor ke publik. Dalam percakapan itu, ia meminta penyelesaian damai dan menyarankan agar Hun Sen tidak mengindahkan pihak tertentu di Thailand, termasuk seorang jenderal militer.

Rekaman tersebut memicu reaksi keras dari politisi dan masyarakat Thailand, meski Paetongtarn mengklaim ucapannya hanya bagian dari strategi negosiasi dan tidak mencerminkan konflik dengan militer.

ADVERTISEMENT

Dampak dari krisis politik tersebut dinilai berpotensi besar terhadap ekonomi Thailand. Kebijakan penting bisa tertunda, negosiasi tarif dengan Amerika Serikat (AS) bisa terganggu, dan kepercayaan investor ke aset-aset Thailand yang selama ini kurang menarik bisa makin goyah.

Kalau sampai pemerintahannya benar-benar runtuh, padahal baru berjalan sekitar setahun, upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pun bisa kandas. Tahun lalu saja, ekonomi Thailand tumbuh lebih lambat dibanding negara tetangganya seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Singapura.

Sebagai catatan, perdana menteri sebelumnya digulingkan lewat putusan pengadilan, dan ayah Paetongtarn, Thaksin Shinawatra pun pernah dijatuhkan lewat kudeta militer.

"Ketidakpastian politik yang tinggi dan mungkin berlangsung lama sekarang menjadi bayangan gelap bagi ekonomi yang memang sudah lemah," kata Vishnu Varathan dari Mizuho Bank, dilansir dari Bloomberg, Rabu (2/7/2025).

Ia menyarankan agar Bank Sentral Thailand mempertimbangkan pemangkasan suku bunga sebesar 50-75 basis poin. "Dengan kepercayaan bisnis yang sudah loyo dan kondisi psikologis yang rapuh, mungkin memang perlu ada stimulus tambahan secepatnya," tambah dia.

Di sisi lain, penangguhan tarif tinggi dari AS juga makin mendekati tenggat waktunya. Kalau tarif itu diterapkan, bisa mengacaukan rantai pasok global dan memperlambat ekonomi dunia. Belum lagi, konflik Israel-Iran yang masih berpotensi menyebar bisa mengguncang Timur Tengah yang membuat harga minyak melonjak.

Krisis ini memperburuk kondisi ekonomi dalam negeri Thailand, di mana pemerintah masih kesulitan menurunkan utang rumah tangga dan mendorong belanja masyarakat. Sementara itu sektor pariwisata juga melemah.

Potensi tarif 36% dari AS untuk barang ekspor Thailand juga bisa menyeret turun kinerja perdagangan dan investasi. Bahkan, pemerintah Thailand sudah memangkas target pertumbuhan ekonomi 2025 dari sebelumnya menjadi hanya 1,3%-2,3%.

"Dalam skenario dasar kami, kami sudah memprediksi bahwa Thailand akan masuk resesi teknikal di paruh kedua tahun ini karena ekspor yang terus turun," kata Burin Adulwattana, kepala ekonom dari Kasikorn Research Center.

"Kalau sampai ada kekosongan kekuasaan, resesinya bisa lebih dalam," tambah dia.

Sebagai catatan, resesi teknikal terjadi jika ekonomi menyusut dua kuartal berturut-turut, yang mana terakhir kali Thailand mengalami ini adalah saat pandemi COVID-19. Saat ini PDB Thailand hanya tumbuh 0,7% pada kuartal I 2025 dibanding kuartal sebelumnya.

Sekarang, semua mata tertuju ke kemungkinan Thailand mengalami kebuntuan politik yang bisa menghambat kebijakan penting, seperti negosiasi tarif dengan AS dan pengesahan anggaran 2026. Kalau belanja pemerintah terganggu, Bank Sentral mungkin harus turun tangan bantu mendorong pertumbuhan.

Saat ini, aset-aset Thailand sudah terdampak tekanan politik. Indeks saham utama turun ke level terendah sejak Maret 2020, dengan penurunan hampir 23% sejak awal tahun atau yang terburuk di antara pasar utama dunia.

Tonton juga "Ekspresi PM Thailand Usai Diskors dari Jabatannya" di sini:

(ily/rrd)

Hide Ads