Pemerintah menargetkan aturan zero obesitas atau over dimension over loading (ODOL), atau truk obesitas, berlaku paling lambat 2026. Terkait dengan ini, pelaku usaha di bidang logistik menyarankan agar kebijakan zero ODOL dilakukan secara bertahap.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan, menyatakan sebagai pelaku usaha di bidang logistik, ia mengaku mendukung penuh kebijakan pemerintah dalam merealisasikan zero ODOL di 2026.
"Kita belum menghitung dampak ekonominya berapa persen (dari penerapan ODOL), tetapi yang pasti ada kenaikan. Itu sudah pasti ada kenaikan. Tetapi kita tidak bisa melihat secara parsial," ungkap Akbar saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akbar bilang, kebijakan zero ODOL ini lebih berdampak pada keselamatan dan keamanan di jalanan raya. Ia menyebut, dua hal itu dinilai lebih penting ketimbang potensi kerugian ekonomi jika diberlakukan zero ODOL
"ODOL ini dampak kepada safety dan security, keselamatan di jalan raya jauh lebih penting daripada potensi tadi. Sehingga kami pelaku logistik sangat mendukung sebenarnya. Tetapi dilakukan secara bertahap, dan shifting-nya harus tersedia," tambahnya.
Lebih lanjut Akbar mengelaborasi, dari nominal Rp 47 triliun yang disiapkan pemerintah untuk perawatan jalan dalam satu tahun, alangkah baiknya jika dialihkan untuk penambahan moda transportasi logistik lainnya seperti kapal laut dan kereta api.
"Anggaran perawatan jalan itu kurang lebih setahun Rp 47 triliun yang dibuang oleh pemerintah. Seharusnya, shifting ke kereta api ini sudah harus lebih masif didukung. Lalu, kita negara maritim, seharusnya ketersediaan kapal short shipping, kapal roro, kapal LCT (landing craft tank) untuk mengangkut kargo-kargo berat yang berpotensi ODOL ini sudah harus dilakukan oleh pemerintah," ujarnya
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan beberapa komoditas komoditas yang masih menggunakan truk ODOL di antaranya adalah industri baja, semen, serta makanan dan minuman.
"Terkait dengan over dimension dan over loading, memang beberapa komoditas yang kita lihat berjalan menggunakan fasilitas tersebut adalah industri yang berat seperti industri baja, industri semen, dan industri daripada makanan, minuman," ujar Airlangga.
"Tentu nanti apa yang menjadi aspirasi nanti ditampung dan dibicarakan dengan kementerian terkait," tutupnya.
Tonton juga Video: Ada Demo Sopir Truk di Dekat Balai Kota, Bagaimana Situasi Lalin?