Sejumlah produsen beras diduga melakukan pelanggaran pada mutu dan takaran beras atau mengoplos. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menjelaskan kasus yang tengah bergulir berdasarkan pengujian hasil laboratorium terhadap lebih dari 212 sample yang tidak memenuhi keterangan pada label kemasan atau tidak sesuai standar, misalnya beras premium tetapi kualitasnya tidak sesuai.
"Jadi, kalau misalnya Pak Menteri Pertanian kemudian menyampaikan bahwa ada lebih dari 200 label yang dites lab, kemudian speknya itu tidak sesuai sama label, itu ya. Oplos itu biasanya konotasinya negatif karena dulu tuh isiannya bahan bakar dioplos sama minyak, dioplos sama solar. Maksudnya dioplos sama barang yang lebih murah kemudian harganya dinaikkan gitu kan. Kalau beras itu kan udah ada speknya beras premium, medium," kata dia di Kantor Kemenko Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (15/7/2025).
Dia menegaskan, praktik pencampuran atau oplos pada komoditas beras tidak diperbolehkan, apalagi dicampur dengan kualitas yang lebih rendah dan murah harganya. Meski demikian, proses terbentuknya kualitas beras juga melalui proses pencampuran.
Proses terbentuknya kualitas beras ini diawali dengan penggunaan broken pada beras dan kadar airnya. Untuk beras premium, brokennya maksimum 15% dan kadar airnya 14%. Jika broken dan kabar airnya melebihi batas maksimum, maka merupakan pelanggaran. Apalagi jika label pada kemasan dituliskan premium.
Dalam proses pembentukan kualitas beras juga melalui pencampuran yaitu ada beras kepala atau beras utuh dengan beras pecah atau broken. Proses pencampuran ini dilakukan dalam mesin penggilingan.
"Nah, sekarang broken, kalau beras premium broken-nya itu 15% kemudian dimasukinnya 13% atau 12% boleh nggak? Boleh kan maksimum. Nah dalam mesin itu yang dibilang mencampur itu maksudnya ini beras kepala, ini beras patah dicampur. Dicampur itu maksudnya itu," terangnya.
Beras Tidak Sesuai Label dan Oplosan
Nah, pada kasus beras, pelanggaran yang ditemukan itu terkait kualitas beras yang tidak sesuai dengan label atau kemasan. Selain itu, proses pencampuran atau pengoplosan yang dimaksud juga terkait dengan beras SPHP dicampur medium, kemudian dijual mahal atau dijual premium.
"Tapi yang nggak boleh itu misalnya beras SPHP harga Rp 12.500, kemudian ini ada beras lain dicampur terus dijual harganya Rp14.000. Itu yang nggak boleh maksudnya. Karena beras SPHP itu tidak boleh dicampur," jelasnya.
Arief menegaskan, proses pemeriksaan dan temuan pelanggaran yang dilakukan sejumlah merek sebagai bentuk perlindungan pemerintah kepada masyarakat. Karena menurutnya jangan sampai masyarakat mendapatkan beras dengan kualitas yang tidak sesuai dengan label kemasan atau tidak sesuai takaran.
"Nah, sekarang pemerintah mau menertibkan yang satu, kalau label, kalau packaging-nya 5 kg, jual 4,8 kg boleh nggak? Nggak boleh, kan apa aja, nggak cuma beras, minyak goreng 1 liter, terus diisinya 0,8 liter, boleh nggak? Nggak boleh, itu pidana, nggak boleh," tegasnya.
212 Merek Beras Diduga Dioplos
Sebelumnya temuan 212 merek yang diduga melanggar standar kualitas beras diungkap oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Dia menyatakan 212 merek beras yang terbukti melanggar telah diserahkan ke Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Sejauh ini, terdapat 10 produsen yang sudah diperiksa.
"Saya sampaikan, 212 kami sudah kirim merek yang tidak sesuai standar, mengurangi volume, mutunya tidak sesuai, kemudian tidak sesuai standar, kami sudah kirim ke Pak Kapolri langsung dan Pak Jaksa Agung langsung. Sekarang ini, pemeriksaan sudah berjalan. Pemeriksaan sekarang ini, tiga hari yang lalu. Mulai ada 10 perusahaan, yang terbesar itu sudah dipanggil oleh Reskrim Satgas Pangan," ujar Amran kepada wartawan di Kantor Pusat Kementan, Jakarta, Senin (7/7/2025).
Praktik ini diketahui usai dilaksanakannya investigasi oleh Kementerian Pertanian. Hasilnya di sejumlah wilayah ditemukan beras bermerek dijual dengan harga premium, namun isinya ternyata campuran dengan beras medium atau tidak sesuai standar mutu beras premium.
Selain itu, Satuan Tugas (Satgas) Pangan tengah mendalami dugaan pengoplosan beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke kualitas premium. Pengoplosan beras jenis ini dilakukan bahkan hampir 80% SPHP.
Merek Beras Diduga Dioplos
Menindaklanjuti temuan itu, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri memeriksa empat produsen beras terkait kasus dugaan pelanggaran mutu dan takaran. Keempat produsen itu yakni, Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Sebanyak empat perusahaan itu mengelola sejumlah merek beras ternama di Indonesia, misalnya merek beras dari Wilmar Group yakni, Sania, Sovia dan Fortune. Lalu, merek beras produksi dari PT Food Station Tjipinang Jaya, FS Japonica, FS Setra Ramos, FS Beras Sego Pulen, FS Sentra Wangi, Alfamart Sentra Pulen, hingga Indomaret Beras Pulen Wangi.
Berikutnya, merek beras dari PT Belitang Panen Raya, yakni untuk kualitas premium ada Raja Ultima, Raja Platinum, RajaKita, sementara kualitas ekonomis ada merek RAJA. Sementara, beras dari Japfa Group yaitu merek Ayana.
Tonton juga video "Titiek Soeharto soal Beras Oplosan: Ditindaklah, Supaya Jera" di sini:
(ada/ara)