Angka kemiskinan Indonesia telah resmi diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, ada perbedaan angka kemiskinan antara versi yang dilaporkan BPS dengan versi Bank Dunia (World Bank).
Menurut Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, Bank Dunia memperkenalkan standar baru dalam mengukur kemiskinan per Juni 2025. Hal ini termasuk juga dengan menggunakan standar garis kemiskinan ekstrem yang jadi sebesar US$ 3 berdasarkan purchasing power parity (PPP), atau paritas daya beli.
"Bank Dunia memang memperkenalkan standar baru. Kemiskinan ekstrem untuk negara-negara berpendapatan menengah ke bawah atau lower middle income countries, termasuk Indonesia. Yaitu di bulan Juni ini, World Bank sudah merilis dengan standarnya yaitu US$ 3 PPP per kapita per hari," ujarnya dalam konferensi pers yang dikutip pada Sabtu (26/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan standar itu, Bank Dunia memperkirakan ada sebanyak 5,44% penduduk Indonesia pada 2023 hidup di bawah garis kemiskinan ekstrem versi teranyar. Persentase ini menunjukkan adanya perbedaan data angka kemiskinan ekstrem versi BPS.
Ateng juga bilang, saat ini pihaknya belum menggunakan tolok ukur US$ 3 PPP untuk menakar garis kemiskinan ekstrem Indonesia. Tetapi ia bilang, BPS akan tetap mengikuti perkembangan metode global dalam pengukuran kemiskinan esktrem.
"Bank Dunia memperkirakan 5,44% penduduk Indonesia pada tahun 2023 berada di bawah garis kemiskinan ekstrim versi tersebut. Kemudian, sampai saat ini memang kita belum secara resmi mengadopsi batas US$ 3 PPP tersebut sebagai garis kemiskinan ekstrim nasional. Namun demikian, BPS akan terus mengikuti perkembangan metode global tentang pengukuran terutama kemiskinan ekstrim tersebut," beber Ateng.
Ateng juga bilang, BPS sampai saat ini masih mengacu pada standar US$ 2,15 PPP untuk menjaga konsistensi dengan penghitungan di tahun-tahun sebelumnya. Untuk diketahui, angka kemiskinan ekstrem RI per Maret 2024 yaitu sebesar 0,83% mengacu pada US$ 1,9 PPP versi 2011.
"Kami masih menggunakan US$ 2,15 PPP karena tadi agar memperbandingkan dengan periode atau tahun-tahun sebelumnya. Angka kemiskinan ekstrim pada Maret 2024 sebesar 0,83%, ini mengacu kepada US$ yang direvisi, US$ 1,9 2011 PPP. Angka tersebut diperoleh dari metode penghitungan yang lama," bebernya.
"Sementara itu, kemiskinan ekstrem 0,85% yang barusan kami rilis mengacu pada garis kemiskinan US$ 2,15 PPP di 2017, serta dihitung mengadopsi (dengan) jadi Bank Dunia mengeluarkan metode baru yang telah dikomunikasikan kami juga dengan World Bank," ia menguraikan.
Ateng bilang, Bank Dunia mengadopsi metode baru untuk penghitungan PPP 2017 yang langsung diadopsi oleh BPS. Kemudian, per Maret 2024 ketika angka kemiskinan ekstrem dihitung dengan metode yang sama, Ateng bilang ada persentasenya sebesar 1,26%.
"Pada Maret 2024 ketika dihitung dengan metode yang sama, hasilnya 1,26%. Sehingga kemiskinan ekstrem Maret 2025 turun dibandingkan dengan esktrem Maret 2024. Intinya metode baru ini, kita yang lama masih menggunakan pertumbuhan CPI (consumer price index), yang baru ini kita sudah mengadopsi salah satu di PBB, deflator ya, spasial deflator. Itu perbedaannya. Jadi, yang lama hanya digerakkan CPI, sekarang sudah ada namanya spasial deflator," ungkapnya.
Kemiskinan Versi Bank Dunia
Foto: Pradita Utama
|
Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda. Garis kemiskinan nasional ditetapkan oleh pemerintah masing-masing negara, menyesuaikan dengan konteks unik negara tersebut.
Garis kemiskinan nasional digunakan untuk mengimplementasikan kebijakan di tingkat nasional, seperti penargetan bantuan kepada masyarakat miskin.
Bank Dunia menjelaskan, tidak ada definisi tunggal kemiskinan yang dapat digunakan untuk semua tujuan, dan inilah alasan mengapa ada perbedaan dalam garis dan metode penghitungan.
Menurut Bank Dunia, garis kemiskinan nasional dan statistik kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS adalah yang paling tepat sebagai tolok ukur. Garis kemiskinan internasional yang diterbitkan oleh Bank Dunia sesuai digunakan untuk memantau kemiskinan global dan membandingkan Indonesia dengan negara lain atau standar global.