Fenomena Rojali atau rombongan jarang beli dan Rohana atau rombongan hanya nanya menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Kini, muncul lagi istilah baru yakni Robeli atau rombongan benar-benar beli.
Istilah Robeli disampaikan oleh Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Anne Patricia Sutanto. Awalnya, Anne menjelaskan pentingnya meningkatkan daya saing untuk produk-produk dalam negeri.
Daya saing yang terjaga akan memicu pertumbuhan investasi. Dari situlah muncul buying power yang membuat masyarakat tak hanya menjadi Rojali dan Rohana, melainkan menjadi Robeli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Plus kalau kita berdaya saing otomatis investasi yang ada bertumbuh, tidak berkurang dan investasi yang ada bisa memberikan buying power. Jadi istilah Rohana, Rojali itu tidak menjadi Rohana Rojali tapi bener-bener Robeli, bener-bener dibeli," katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Sementara itu, Analis Kebijakan Ekonomi APINDO Ajib Hamdani menyebut fenomena Rojali dan Rohana terjadi karena kondisi pasar Indonesia yang unik. Ia menyebut adanya lipstick index yang memperlihatkan adanya penurunan konsumsi di masyarakat.
Namun untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu, misalnya nonton konser atau pertandingan sepak bola, masyarakat tak segan mengeluarkan uang. Tak jarang tiket konser tetap ludes terjual meski dalam kondisi ekonomi seperti ini.
"Tapi jangan lupa kita itu punya lipstick index. Itu artinya memang konsumsi mereka secara umum menurun, tapi kalau ada kebutuhan-kebutuhan ekstra, misalnya kalau kita nonton bola itu selalu penuh. Kalau ada konser-konser kita tiket war aja biasanya kehabisan," sebut Ajib.
"Nah, fenomena lipstick index adalah bagaimana masyarakat itu melakukan konsumsi untuk barang-barang ekstra tersebut, tapi barang-barang umumnya mereka justru melakukan seleksi konsumsi," tambah dia.
Oleh karena itu ia percaya fenomena Rojali dan Rohana akan hilang dengan sendirinya. Mereka akan berubah menjadi Robeli ketika kemampuan daya belinya menjadi naik.
"Jadi saya pikir Rojali-Rohana ini dengan sendirinya akan hilang. Ini akan menjadi orang yang berbelanja ketika kemampuan daya beli mereka naik dan secara umum pertumbuhan ekonomi kita bisa terdongkrak sampai akhir tahun," ujar Ajib.
Respons Pengusaha
Di sisi lain, Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengakui adanya penurunan di sektor ritel dalam negeri. Konsumen cenderung memilih untuk berjalan-jalan ketimbang membeli sesuatu, meskipun menurut Shinta hal ini lebih baik daripada tidak sama sekali.
"Jadi kalau kita kaitkan dengan demand, itu terjadi soal Rojali dan Rohana ini kan konsep lebih ke daya beli. Karena di ritel sendiri kan mereka merasakan pelaku-pelaku ritel kami bahwa adanya penurunan demand itu terasa sekali. Makanya ada orang yang lebih banyak jalan-jalan. Tapi kami pikir konsep itu lebih baik daripada kosong sama sekali," beber Shinta.
Dalam kondisi ini, pemerintah perlu memberikan insentif untuk mendongkrak daya beli. Selain itu pemberian diskon untuk momen-momen tertentu juga dinilai bisa membantu meningkatkan permintaan.
"Ini yang mungkin dicoba diperhatikan dengan diskon-diskon dan lain-lain apakah ini bisa bantu, kita mesti lihat. Kita tidak akan putus asa dengan mencoba berbagai upaya untuk supaya bisa ada peningkatan demand yang ada. Kalau kita lihat program dengan retailer juga akan berlangsung dengan diskon besar terutama menjelang 17 Agustus, hari belanja nasional. Ini juga akan berlangsung," tutup Shinta.
(ily/hns)