Pemerintah dan DPR RI resmi menyepakati penerapan kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) mulai tahun 2027. Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan antara sejumlah menteri, pimpinan DPR, dan perwakilan pengemudi logistik di Gedung DPR RI, Senin (4/8/2025).
"Hari Senin pagi tanggal 4 Agustus 2025, DPR RI bersama Pemerintah dan Asosiasi Pengemudi Logistik Indonesia sepakat mewujudkan kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL) pada tahun 2027," tulis keterangan resmi Sekretariat Kabinet melalui akun Instagram @sekretariat.kabinet, Senin (4/8/2025).
Pertemuan itu dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan dihadiri oleh Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya, serta perwakilan Komisi V dan Aliansi Pengemudi Independen (API).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sufmi Dasco Ahmad menyampaikan bahwa perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap isu ODOL sangat besar, dan kebijakan ini dirancang agar tetap memperhatikan keadilan bagi para pelaku industri logistik.
"Kebijakan Zero ODOL ini harus diterapkan secara berkeadilan, tidak merugikan para pengemudi, namun tetap menjaga keselamatan dan ketertiban transportasi jalan," tegas Dasco.
Menindaklanjuti kesepakatan ini, Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menuturkan bahwa pemerintah akan segera menyusun regulasi teknis untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut.
"Pemerintah akan mengawal proses ini dengan dukungan regulasi yang jelas, teknis yang terukur, dan komunikasi yang intensif dengan para pengemudi," ujarnya.
Langkah awal akan dilakukan dengan membentuk tim teknis lintas sektor yang melibatkan DPR, kementerian terkait, dan perwakilan pengemudi. Tim ini akan menyusun peta jalan (roadmap) Zero ODOL 2025-2027, termasuk tahapan pemeriksaan kendaraan, penyesuaian dimensi dan muatan, serta skema penegakan hukum yang adil dan bertahap.
Sebagai catatan, kendaraan ODOL merupakan truk yang memiliki dimensi atau muatan melebihi batas ketentuan. Kehadirannya selama ini dinilai merusak infrastruktur jalan, meningkatkan risiko kecelakaan, serta menciptakan ketimpangan di sektor logistik nasional.
(hal/rrd)