Potensi Ekonomi Digital RI Tertinggi Se-ASEAN, tapi Masih Hadapi Tantangan

Potensi Ekonomi Digital RI Tertinggi Se-ASEAN, tapi Masih Hadapi Tantangan

Retno Ayuningrum - detikFinance
Selasa, 12 Agu 2025 15:26 WIB
Potensi Ekonomi Digital RI Tertinggi Se-ASEAN, tapi Masih Hadapi Tantangan
Policy and Program Director Prasasti Center for Policy Studies (Prasasti) Piter Abdullah Redjalam (kiri)/Foto: Retno Ayuningrum/detikcom
Jakarta -

Potensi ekonomi digital Indonesia disebut tertinggi se-ASEAN. Berdasarkan data Prasasti Center for Policy Studies, ukuran ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai US$ 220-360 miliar atau setara Rp 3.585-5.867 triliun (kurs Rp 16.298) pada 2030.

Pada 2025, potensi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan berlipat ganda dibandingkan 2022 dengan nilai US$ 130 miliar atau setara Rp 2.118 triliun. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Indonesia masih unggul dalam sektor ekonomi digital.

Di Malaysia misalnya, potensi ekonomi digitalnya diperkirakan mencapai US$ 40-70 miliar pada 2030 dan US$ 34 miliar pada 2025. Sedangkan, proyeksi ekonomi digital Filipina sebesar US$ 100-150 miliar pada 2030 serta US$ 35 miliar pada 2025

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikutnya, proyeksi ekonomi digital Singapura US$ 40-60 miliar pada 2030 dan US$ 28 miliar pada 2025. Menurut Piter, keunggulan ini tak lepas dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih besar dibandingkan dengan negara tetangga.

ADVERTISEMENT

"Indonesia ini disebut-sebut sebagai negara yang memiliki potensi ekonomi digital terbesar di ASEAN. Kenapa? Pertama kita memiliki jumlah penduduk yang paling besar, kata Policy and Program Director Prasasti Piter Abdullah dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (12/8/2025).

Selain itu, potensi yang besar ini juga berkaitan dengan tingkat penetrasi dari internet serta kepemilikan ponsel yang tinggi. Ia menyebut, kepemilikan ponsel lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, karena setiap orang bisa mempunyai ponsel lebih dari satu.

Tantangan Ekonomi Digital Indonesia

Ilustrasi Laptop Ilustrasi/Foto: Gettyimages

Piter menilai potensi ekonomi digital yang luar biasa besar ini dapat mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8%, namun terdapat sejumlah tantangan yang dihadapi baik global maupun domestik. Situasi geopilitik yang masih memanas memicu ketidakpastian serta mempengaruhi rantai pasok global.

"Ini semuanya persoalan-persoalan yang menjadi tantangan bagi kita. demikian juga dengan tantangan domestik tantangan domestik ini sudah sering sekali kita sebutkan sering sekali kita bicarakan perlunya reform yang di antaranya itu adalah sebenarnya terkait dengan ICOR (Incremental Capital Output Ratio)," terang Piter.

Nilai ICOR Indonesia masih tinggi di level 6 jika dibandingkan dengan negara lain yang biasanya berkisar 3 hingga 4. Untuk itu, untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi mencapai 8% harus membutuhkan investasi ganda.

"Artinya, kalau kita itu ingin mencapai yang tambahan 8%. Yadi kita perlu kalau kita membutuhkan mungkin sekian persen, kita membutuhkan double investasi yang harus kita lakukan. Nah, ini hal yang sangat berat tantangannya berat tapi bukannya tidak mungkin," imbuh dia.

Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan infrastruktur yang merata, termasuk ke wilayah 3T. Sebab, infrastruktur yang tidak merata ini menjadi penghamat pengembangan digital di daerah tersebut.

"Kedua, terkait dengan iklim usaha. Iklim usaha menurut saya sangat perlu di tengah masih ckup rame soalnya misalnya pemahaman terkait industri ride hailing, bicara dengan komisi dan lain-lainnya. Saya kira pemerintah turun tangan jembatani agar hal-hal tersebut tidak berkurang dan berdampak negatif industri digital," terang dia.

Simak juga Video 'BPS Dilaporkan ke PBB soal Data Pertumnuhan Ekonomi 5,12%':

Halaman 2 dari 2
(rea/ara)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads