Harga karkas ayam di pasar saat ini dinilai rendah, berada di kisaran Rp 27.000/kg. Namun harga ayam hidup di kandang jatuh jauh di bawah biaya produksi, membuat peternak merasa terdesak. Mereka harus jual rugi tiap kali panen.
Menurut Perwakilan Perhimpunan Peternak Rakyat Mandiri Indonesia (PER-MINDO), Kusnan, harga ini jauh dari ideal. Jika harga di pasar segitu, maka bisa dipastikan harga ayam hidup (live bird/LB) di kandang hanya sekitar Rp 16.000-17.000/kg.
"Kalau harga karkas Rp 27.000/kg di pasar, itu artinya harga ayam hidup di peternak cuma sekitar Rp 16.000-17.000/kg. Padahal HPP (harga pokok produksi) kami sekarang ada di kisaran Rp 19.500 sampai Rp 21.000 per kilogram," ujar Kusnan kepada detikcom, Rabu (13/8/2025).
Menurut Kusnan, kerugian ini bukan sekadar angka. Para peternak kecil harus berjibaku setiap hari-memberi makan, menjaga suhu kandang, memantau kesehatan ayam, hingga bersih-bersih kandang-demi bisa panen. Namun saat panen tiba, hasilnya justru jauh dari impian.
"Peternak rakyat itu modalnya pas-pasan, tenaganya keluar banyak, tapi giliran panen malah tekor. Mau nangis rasanya," ungkapnya.
Parahnya lagi, peternak rakyat tidak punya banyak pilihan. Berbeda dengan perusahaan integrator besar yang punya cold storage dan jaringan distribusi sendiri, peternak kecil harus segera menjual ayam mereka ke pasar agar tidak rugi lebih dalam. Sering kali, mereka juga harus melewati rantai distribusi yang panjang, dari broker, ke pengepul, lalu ke rumah potong ayam (RPA), baru ke pasar.
"Kalau nggak jual cepat, ayam tambah besar dan makin boros pakan. Tapi kalau dijual, ya harganya dipermainkan. Peternak itu kayak semut yang diinjak kaki gajah," ucap Kusnan.
Ia menjelaskan, perbedaan konversi ayam hidup ke karkas juga membuat persepsi harga sering salah kaprah. Di tingkat RPA, konversi sekitar 1:1,6 artinya 1,6 kg ayam hidup menjadi 1 kg karkas. Sementara di kandang, peternak melihat dari sisi FCR (Feed Conversion Ratio), yakni butuh 2,4-2,8 kg pakan untuk menghasilkan ayam hidup 1,6-1,8 kg.
"Yang di RPA hitung margin dari karkas, kita peternak hitung dari biaya pakan dan bibit. Itu beda banget. Jadi jangan samakan," tegasnya.
Masalah semakin pelik karena harga bibit DOC (Day Old Chick), pakan, hingga vitamin dan obat-obatan terus naik. Kusnan menyebut, peternak rakyat makin tak punya daya saing melawan integrator besar yang menguasai semua lini-dari pembibitan, pakan, pemotongan, hingga distribusi.
"Pasar sekarang dikuasai segelintir pemain besar. Kita cuma bisa nyempil di sela-sela. Lama-lama bisa punah kalau begini terus," ujarnya.
PER-MINDO mendorong agar pemerintah segera turun tangan. Ia mengusulkan agar ada kebijakan Harga Acuan Pembelian (HAP) yang realistis dan benar-benar ditegakkan di lapangan. Selain itu, transparansi harga dan distribusi juga harus dibenahi.
"Kalau nggak segera dibenahi, peternak kecil bakal berguguran. Dan kalau nanti pasar dikuasai segelintir pemain besar, siapa yang bisa jamin harga ke konsumen tetap murah? Sekarang murah, besok bisa melonjak," kata Kusnan.
Ia juga menyinggung perlunya penguatan koperasi peternak agar bisa punya daya tawar dan efisiensi produksi lebih baik. Menurutnya, Musyawarah Gopan yang baru digelar harus jadi momentum untuk menyuarakan nasib peternak rakyat.
"Musyawarah itu penting, tapi yang lebih penting hasilnya. Suara kami harus diterjemahkan jadi kebijakan yang nyata. Bukan cuma rapat, terus hilang begitu saja," tutup Kusnan.
Lihat juga Video: Diskon 20%, Harga Ayam di Transmart Full Day Sale Jadi Lebih Murah
(fdl/fdl)