Istana Bantah Efisiensi Anggaran Bikin Daerah Kerek PBB Ugal-ugalan

Istana Bantah Efisiensi Anggaran Bikin Daerah Kerek PBB Ugal-ugalan

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 14 Agu 2025 13:16 WIB
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Offfice/PCO) Hasan Nasbi.
Foto: Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Offfice/PCO) Hasan Nasbi. Foto: Herdi/detikcom
Jakarta -

Kebijakan kenaikan Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang diteken Bupati Pati Sudewo ditolak mentah-mentah warga Kabupaten Pati. Sudewo mulanya menaikkan PBB untuk bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) sebesar 250%. Namun, setelah gejolak terjadi di tengah masyarakat pada Jumat 8 Agustus 2025 lalu, kebijakan tersebut dibatalkan.

Meski sudah dibatalkan, masyarakat yang keburu geram dengan Sudewo justru melakukan unjuk rasa besar-besaran kemarin. Warga menuntut Sudewo mundur dari jabatannya.

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi buka suara soal hal tersebut. Menurutnya kewenangan penentuan PBB memang diberikan kepada daerah. PBB P2 menurutnya mencakup rumah, gedung, tanah, di luar tambang, perkebunan, dan lain-lain di tiap daerah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan, dalam penentuan PBB pun seharusnya pemerintah daerah sudah berkoordinasi dengan DPRD di daerahnya. Begitu juga di Pati, keputusan kenaikan PBB pasti sudah disepakati dengan DPRD.

"Ini memang kewenangan dari pemerintah daerah. Biasanya mereka juga membuat ini berdasarkan Perda. Kalau berdasarkan Perda itu kan Bupati bersepakat memutuskan ini dengan DPRD. Kan begitu. Jadi elected office di sana yang sudah berunding," papar Hasan Nasbi dalam konferensi pers di Gedung Kwarnas, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025).

ADVERTISEMENT

"Makanya itu yang saya bilang bahwa kebijakan ini kebijakan daerah, dan kalau ada kejadian seperti di Pati itu murni dinamika lokal," lanjutnya.

Di sisi lain, penerapan PBB bagi daerah pun sebetulnya sudah lama dilakukan dan bukan barang baru. Sebelumnya di tahun 2023 dan 2024 pun sudah banyak daerah yang melakukan penyesuaian PBB.

"Bahkan kebijakan-kebijakan soal tarif PBB ini ada yang sudah dari tahun 2023, tahun 2024. Yang tahun 2025 mereka ada juga yang baru menjalankan," sebut Hasan.

Di tengah kisruh PBB itu, muncul juga anggapan beberapa daerah bukan cuma Pati secara bersamaan menaikkan tarif PBB. Beberapa pihak khawatir ini menjadi jalan pintas bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan pendapatan setelah adanya efisiensi transfer ke daerah dari pemerintah.

Menurut Hasan tuduhan itu sangat prematur. Dia mengatakan efisiensi yang dilakukan selama ini cuma sekitar 4-5% saja dari total anggaran daerah.

"Jadi ini tidak bisa kemudian langsung dengan tuduhan prematur seperti itu. Jangan dihubung-hubungkan dengan kebijakan pemerintah pusat soal efisiensi," kata Hasan.

"Karena sebenarnya efisiensi ini hanya mungkin 4-5% saja. Dari anggaran yang biasa dikelola oleh pemerintah daerah. Kira-kira seperti itu," pungkasnya.

Simak juga Video: DPR Sebut Efisiensi Anggaran Tapi Utang Bertambah, Ini Kata Istana

(acd/acd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads