Anggota DPR Cecar Data Ekonomi Tumbuh 5,12%, Ini Jawaban Bos BPS

Heri Purnomo - detikFinance
Selasa, 26 Agu 2025 21:38 WIB
Rapat Komisi X DPR dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) dan jajaran, Selasa malam (26/8/2025)Foto: Heri Purnomo/detikcom
Jakarta -

Komisi X DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti membahas RKA K/L 2026 BPS, dan Evaluasi Kinerja BPS dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2025 pada Selasa malam (26/8/2025).

Dalam rapat tersebut, sejumlah anggota Komisi X DPR mencecar Kepala BPS terkait data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025, 5,12%.

Anggota Komisi X DPR Bonnie Triyana meminta klarifikasi dari Kepala BPS untuk mengklarifikasi terkait laporan majalah Tempo edisi 25 Agustus yang menuliskan dugaan adanya rekayasa data pertumbuhan ekonomi oleh BPS.

"Ada tuduhan bahwa BPS disebut mengutak-atik angka pertumbuhan ekonomi, kalau dibawa ke perdebatan bisa debatnya metodologi bisa, cara mengambil data bisa, cara mendapatkan faktor penentu pertumbuhan ekonomi bisa. Berdasarkan laporan tempo itu BPS memasukan variabel yang tidak biasa, yang dieprgitungkan sebagai data pertumbuhan ekonomi. Diduga untuk menaikkan citra ekonomi Indonesia tumbuh ke arah positif," terang Bonnie.

Senada, Anggota Komisi X DPR La Tinro La Tunrung menyatakan keraguan terhadap data yang dirilis oleh BPS soal pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2025. Keraguan ini timbul karena adanya perbedaan dengan data yang disajikan oleh sejumlah lembaga.

"Kalau saya mengatakan bahwa memang perlu prihatin dan saya mohon maaf kepada BPS saya pun sendiri meyakini ada keraguan survei yang dilakukan oleh BPS keraguan ini tentu dengan banyaknya data yang juga kita bisa melihat kondisi-kondisi sekarang," katanya.

Ia mengatakan data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2025 versi BPS sebesar 5,12%, sementara prediksi dari dua Bank 4,78%, dan 4,79%.

"ini secara matematik kalau kita sudah berbicara matematika yang pasti ada kesalahan. Dimana kesalahannya di sini juga sudah diberikan gambaran-gambaran begitu teknis, Bagaimana cara pola perhitungan yang dilakukan oleh BPS yang tentu juga ada faktor kebenaran setiap survei yang dilakukan pasti memang ada yang disebut margin eror," katanya.

La Tinro pun bertanya data mana yang benar, jika data yang disajikan BPS salah maka akan menimbulkan risiko besar dalam pengambilan kebijakan pemerintah. Ia juga menyoroti anggaran besar yang digunakan BPS untuk menyajikan data statistik nasional.

"Pertanyaannya siapa yang salah jangan sampai ada keinginan-keinginan yang lain sehingga terjadi kesalahan dan fatalnya pemerintah bisa salah dalam mengambil kebijakan karena data yang salah. Kerugian kedua berapa sih biaya yang kita sudah keluarkan tadi disebutkan tadi ada Rp 6 triliun ditambah lagi Rp 1 triliun menjadi Rp 7 triliun kalau hanya menyajikan data yang salah tidak ada gunanya," katanya.

Jawaban Kepala BPS

Menanggapi hal terrsebut, Kepala BPS Amalia mengatakan lembaga yang dipimpinnya bekerja berdasarkan data dan fakta, bukan proyeksi atau asumsi. Data tersebut juga dihasilkan dari pengolahan 1.058 variabel.

"Mohon izin, kalau lembaga-lembaga lain sifatnya proyeksi ataupun perkiraan dengan model-model yang biasanya digunakan. Tetapi kami memang tidak boleh melakukan proyeksi, tapi kami mengukur dengan data yang kami kumpulan melakui survei ataupun melalui data data administrasi yang kami kumpulan," terang Amalia.

Amalia menambahkan BPS tidak hanya menyajikan data PDB di level nasional, tetapi juga di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Data tersebut, menurutnya, harus konsisten antara agregasi PDRB di 38 provinsi dengan PDB nasional, maupun sebaliknya.

"Ini harus dua arah. Ini proses yang kita lakukan dan dilakukan dalam 35 hari kerja," katanya.




(hns/hns)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork