Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti mengungkap saat ini, Indonesia telah melakukan 24 perjanjian dagang baik itu Preferential Trade Agreement (PTA), Free Trade Agreement (FTA) dan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan 30 negara.
Roro mengatakan melalui perjanjian dagang itu menjadi strategi Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi melalui perluasan akses pasar global.
Hal tersebut diungkapkan Wamendag Roro saat menjadi pembicara dalam 2025 Milken Institute Asia Summit dengan topik "Can Globalization Be Great Again? Doing Business in a Changing World" di Singapura pada Kamis (02/10/2025).
"Salah satunya melalui perjanjian Indonesia-EU CEPA, Indonesia-Kanada CEPA (di Ottawa, 24 September 2025), serta Indonesia-Peru CEPA. Selain itu, Indonesia aktif menjajaki pasar non-tradisional, termasuk di Afrika seperti Tunisia dan Mozambik, sebagai bentuk adaptasi terhadap perkembangan globalisasi saat ini," kata Roro
Adapun manfaat dari perjanjian dagang yang dimiliki Indonesia di antaranya, menjaga daya saing Indonesia, akses ekspor antar negara tanpa hambatan atau bebas tarif, hingga meningkatan jumlah ekspor di tengah ketidakpastian global.
Sejauh ini, 68,05% ekspor Indonesia ditujukan ke negara-negara mitra FTA dan 73,50% impor Indonesia berasal dari mitra FTA. Adapun secara kolektif, FTA Indonesia mewakili 34,54% impor global, 26,68% PDB global, dan 47,56 persen populasi dunia.
Akses ekspor ini tidak hanya berlaku untuk usaha besar, tetapi usaha, termasuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga dipastikan dapat mendapatkan manfaat dari perjanjian dagang.
Lebih lanjut, Roro menekankan, Indonesia tidak hanya berfokus pada perluasan pasar, pemerintah turut mendorong ekspor dengan memperluas perdagangan jasa di berbagai sektor, termasuk ritel, e-commerce, logistik, perawatan dan keperawatan, perbankan, pariwisata, kuliner, desain, fesyen, dan konstruksi.
"Diversifikasi ini memastikan bahwa perekonomian dan perdagangan negara tidak hanya bergantung pada barang," tambahnya.
Menurut Roro, pemerintah terus hadir bagi masyarakat untuk membuka berbagai kesempatan agar bisnis di dalam negeri bisa berkembang, dan sekaligus menjaga pelaku usaha dalam negeri dari efek negative globalisasi.
"Fokus kebijakan Pemerintah saat ini adalah hilirasi baik di sektor industry, perkebunan, perikanan. Hal ini dapat menjadi multiplier effect dengan penciptaan lapangan kerja, transfer of knowledge and technology,"jelas Roro.
Terakhir, ia juga mengimbau agar pelaku usaha dapat terus berinovasi, berkomitmen pada standar baku internasional untuk perdagangan barang, sehingga pelaku usaha bersama pemerintah bisa bersama-sama membangun iklim bisnis yang baik untuk bisa menarik investasi.
"Salah satu langkah penting adalah beradaptasi dan aktif menjalin keterhubungan dengan dunia usaha. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran besar dalam perekonomian nasional, menyumbang lebih dari 60% PDB, dengan partisipasi perempuan yang sangat signifikan, yakni sekitar 64% UMKM dikelola oleh perempuan," terangnya.
Untuk diketahui, ekspor Indonesia periode Januari-Agustus 2025 meningkat sebesar 7,72% mencapai US$ 185,13 miliar dibandingkan periode sebelumnya di 2024. Selama periode ini Indonesia turut mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 29,14 miliar dengan mempertahankan surplus perdagangan selama 64 bulan berturut-turut.
(ada/fdl)