Akhir tahun bisa jadi momen krusial untuk mengevaluasi kondisi keuangan sekaligus mulai strategi baru untuk mencapai target ke depan. Mulai berinvestasi bisa menjadi salah satu pilihan yang tepat untuk dilakukan.
Belum lagi pada akhir 2025 ini, sejumlah instrumen investasi diperkirakan stagnan alias tak mengalami perubahan yang signifikan. Sehingga menjadi waktu yang cocok untuk melakukan pembelian.
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan salah satu instrumen investasi atau aset yang paling memungkinkan untuk stagnan alias tak mengalami perubahan akhir tahun ini adalah emas dan saham.
Menurutnya pada periode ini, transaksi jual-beli emas dan saham akan terhenti untuk sementara waktu. Kondisi ini membuat nilai kedua aset tersebut cenderung tak mengalami perubahan.
"Bukan Indonesia saja, hampir semua negara ya. Pada saat memasuki Natal dan Tahun Baru, mereka tidak melakukan transaksi, ya mereka gunakan waktu libur," kata Ibrahim kepada detikcom, Jumat (19/12/2025).
Ia berpendapat selama periode akhir tahun ini, banyak investor terutama perusahaan atau lembaga keuangan besar cenderung untuk wait and see alias menahan jual-beli aset. Baru setelah itu di awal tahun para investor mulai aktif pada Januari 2026.
"Memang mendekati di tanggal 25 sampai tanggal 30, ya sampai akhir tahun. Itu biasa wait and see. Misalnya saya melihat harga emas dunia pun juga gitu-gitu saja," jelas Ibrahim.
"Harga tertinggi itu cuma hanya di US$ 4.381 per troy ounce, itu pun di bulan Oktober. Untuk mencapai level di atas US$ 4.381, anggaplah di US$ 4.400 sangat sulit sekali karena minggu depan itu nanti sudah flat. Jadi masa ini sudah flat," terangnya lagi.
Namun berbeda dengan emas, perubahan nilai saham pada 2026 tidak bisa dikatakan pasti akan mengalami kenaikan. Sebab hal ini akan sangat bergantung pada saham perusahaan yang dimiliki.
Artinya ada kemungkinan kinerja saham yang dimiliki tahun depan tak sebaik tahun ini dan dalam kondisi terburuk berpotensi mengalami penurunan. Pada akhirnya untuk memilih instrumen yang satu ini diperlukan perhitungan matang sekaligus kesiapan akan profil risikonya.
Analis mata uang dan komoditas Doo Financial Futures Lukman Leong juga menilai nilai dari logam mulia dan saham cenderung stagnan akhir tahun ini. Sebab baik emas maupun saham, menurutnya kinerja kedua instrumen investasi ini sudah mencapai batasnya.
Sama seperti Ibrahim, terkait instrumen investasi saham ini Lukman juga menilai ada profil risiko yang harus ditanggung oleh investor. Pada akhirnya keuntungan atau kerugian dari instrumen investasi yang satu ini akan sangat bergantung pada kinerja perusahaan, dan kondisi eksternal lainnya.
"Nggak ada sesuatu yang pasti. Kalau nggak, tiap tahun ada sekali Desember, kalau itu memang sesuatu yang pasti, ya semua orang nunggu Desember saja untuk investasi daripada susah-susah, capek-capek," terang Lukman.
"Saham itu intinya kan orang menghitung dari valuasi gitu kan, pertama. Kedua juga sangat tergantung sama geopolitik, dan keadaan belakangnya geopolitik bukannya normal, mendingin, malah memanas gitu. Jadi resikonya sangat besar ya," tegasnya.
Simak juga Video: Investasi Emas, Tren Baru Anak Muda Indonesia yang Melek Finansial
(igo/fdl)