Harga Minyak Capai US$ 100, Dunia Bisa Krisis Energi
Jumat, 19 Okt 2007 14:35 WIB
Jakarta - Harga minyak mentah dunia makin mendekati batas psikologisnya. Jika sampai menembus US$ 95 per barel, dipastikan APBN Indonesia akan defisit. Dan kalau sampai menyentuh US$ 100 per barel, maka dunia telah memasuki era krisis energi.Demikian disampaikan pengamat minyak dari LP3ES, Pri Agung Rakhmanto ketika dihubungi detikFinance, Jumat (19/10/2007)."Kemungkinan terburuk ke APBN. Menurut perhitungan saya, kalau di atas US$ 95 dengan tingkat produksi seperti sekarang, APBN bisa defisit. Karena butuh subsidi yang lebih besar. Sedangkan kalau sampai US$ 100, berarti dunia sudah krisis energi," katanya.Pada penutupan perdagangan Kamis (18/10/2007) kemarin, harga minyak tertinggi menembus angka US$ 90.Dampak lonjakan harga minyak ini dipastikan akan terasa tidak hanya di tataran global, tapi sampai ke desa-desa. Karena naiknya harga minyak internasional pasti akan diikuti naiknya harga BBM industri dan transportasi non subsidi.BBM industri itu digunakan baik sebagai bahan baku ataupun untuk pengangkutan barang jadi. Sehingga naiknya harga BBM industri akan berdampak signifikan terhadap harga barang jadi yang dijualnya.Jika semua industri harus merasakan naiknya harga BBM industri yang cukup signifikan, maka harga barang di pasaran pun juga akan naik secara serentak. Sehingga masyarakat -di desa sekalipun- mau tak mau menghadapi kenaikan harga barang di pasaran."Harga barang pasti ikut naik juga kalau BBM industri naik. Karena pengusaha kan ngejar keekonomiannya," katanya.Lonjakan harga minyak mentah dunia semakin tak terkendali. Lonjakan harga minyak terjadi beberapa jam setelah Irak mendesak Turki untuk tidak mengambil tindakan militer melawan pemberontak Kurdi di Irak bagian utara.Para pialang menyatakan, hal lain yang memicu lonjakan harga minyak adalah melemahnya dolar AS dan ketatnya suplai dunia. "Isu itu seperti itu sepertinya tidak lama lagi akan mengantarkan harga minyak pada level US$ 100 per barel, tapi kapan," ujar analis dari Barclays Capital, Kevin Norrish seperti dikutip dari AFP.Pada perdagangan Kamis (18/10/2007) di New York, kontrak utama untuk minyak jenis light pengiriman November ditutup melonjak hingga 2,07 dolar ke rekor tertingginya US$ 89,47 per barel.Di perdagangan elektronik setelah penutupan pasar, patokan kontrak melejit hingga US$ 90,02 per barel.Harga di London untuk minyak jenis Brent pengiriman Desember juga sempat melonjak hingga US$ 84,88 per barel, sebelum akhirnya ditutup naik 1,47 dolar ke level US$ 84,60 per barel. Pada perdagangan Jumat (19/20/2007) di Singapura, harga minyak masih bertahan di level tertingginya dengan mencatat kenaikan hingga 15 sen ke level US$ 89,62 per barel.
(lih/ir)