Rupiah Keok di Pelabuhan, Berapa Kebutuhan Dolar AS di Tanjung Priok?

Rupiah Keok di Pelabuhan, Berapa Kebutuhan Dolar AS di Tanjung Priok?

- detikFinance
Senin, 30 Jun 2014 11:10 WIB
Jakarta - Kebutuhan dolar Amerika Serikat (AS) dalam transaksi bisnis di pelabuhan-pelabuhan Indonesia cukup besar. Bahkan di Pelabuhan Tanjung Priok yang menjadi pusat 60% kegiatan ekspor-impor Indonesia, setiap harinya membutuhkan valuta asing (valas) hingga jutaan dolar AS.

Sekretaris Jenderal Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Achmad Ridwan mengatakan selama ini transaksi dolar di bisnis pelabuhan salah satunya adalah biaya THC (Terminal Handling Charges).

Pada saat ini besaran THC di Priok sebesar US$ 95 per kontainer. Struktur biaya tersebut meliputi Container Handling Charges (CHC) sebesar US$ 83, PPN senilai US$ 8,3 dan surcharges US$ 3,7 untuk setiap kontainernya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

CHC adalah biaya bongkar muat petikemas dari kapal ke lapangan penumpukan terminal petikemas yang dibayarkan oleh perusahaan pelayaran ke terminal petikemas. Sedangkan tarif THC dibayar oleh pemilik barang kepada perusahaan pelayaran. Tarif THC meliputi biaya CHC sebesar US$ 93, PPN US$ 9,3 dan Surcharge US$ 7,7. PPN sebesar US$ 9,3 akan masuk ke kas negara..

Ridwan mencoba memberikan hitungan secara garis besar penggunaan dolar AS di Tanjung Priok dalam setiap hari. Jika dihitung saat ini volume kontainer impor di Priok mencapai 1,5 juta Teus per tahun, dengan asumsi setahun ada 360 hari maka rata-rata per hari bisa mencapai 4.100 Teus. Dengan tarif THC saat ini US$ 95 per kontainer (asumsi rata-rata kontainer 20 feet), maka kebutuhan dolar untuk THC keperluan impor saja di Priok mencapai US$ 389.500.

Angka ini belum dihitung dari kegiatan ekspor, volume kontainer ekspor di Priok rata-rata 3 juta Teus per tahun. Maka kurang lebih kebutuhan dolarnya mencapai 2 kali dari kebutuhan impor yaitu US$ 779.000, maka totalnya sekitar kurang lebih US$ 1,16 juta kebutuhan dolar dari ekspor-impor per hari.

Belum lagi kebutuhan dolar untuk biaya demurrage atau batas waktu pemakaian container didalam pelabuhan. Ridwan menghitung perkiraan yang kena demurrage mencapai 10% dari volume kontainer atau sekitar 150.000 kontainer, dengan hitungan rata-rata kena demurrage 2 hari maka totalnya mencapai 300.000 Teus per tahun. Dengan biaya demurrage US$ 20 maka kebutuhan dolarnya mencapai US$ 6 juta per tahun dibagi 360 hari maka kebutuhannya mencapai US$ 16.600 per hari.

"Memang besar kebutuhan dolar di pelabuhan, itu baru di Tanjung Priok, belum di Belawan, Tanjung Emas, Tanjung Perak," kata Ridwan kepada detikFinance, Senin (30/6/2014)

Ridwan mengatakan soal penggunaan rupiah dalam transaksi bisnis di pelabuhan sudah disuarakan Ginsi sejak 2 tahun lalu. Menurutnya UU No 7 Tahun 2011 tentang mata uang sudah jelas-jelas mengatur soal kewajiban menggunakan rupiah sebagai transaksi resmi di dalam negeri.

"Sekarang nyari dolar saja susah, misalnya mau menebus 10 kontainer biaya THC dikali US$ 95, belum biaya jaminan dan demurrage. Sebenarnya lebih baik pakai rupiah, kalau pakai rupiah bisa pakai kurs setengah dari BI," katanya.

Ia mengatakan menggunakan dolar ada kesulitannya bagi importir termasuk harus memakai dolar yang mulus tak boleh lecek.

Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Agung Kuswandono mengakui peredaran mata uang dolar jauh lebih tinggi dibandingkan rupiah di Tanjung Priok. Agung menyebut ada dua kegiatan utama di dalam pelabuhan yang menggunakan dolar yaitu Inland Haulage Charges/IHC atau biaya pemindahan kontainer dari pelabuhan ke terminal darat dan Terminal Handling Charges/THC yaitu biaya pemilik terminal untuk memindahkan barang mereka termasuk operasional dan maintenance.

"Setahu saya kalau di Tanjung Priok ini IHC, THC semuanya menggunakan dolar, bisa dibilang 100% begitu," kata Agung.

(hen/dnl)

Hide Ads