Ada dua cara privatisasi saham BUMN, yaitu penjualan langsung ke investor strategis (strategic sales) dan penjualan saham di pasar modal (go public).
Pengamat BUMN sekaligus mantan Sekretaris Kementerian BUMN, M. Said Didu, mengatakan, cara pertama sebaiknya tidak usah digunakan karena berpotensi merugikan negara dengan melepas perusahaan ke tangan investor swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Istilahnya privatisasi ini sebetulnya perluasan kepemilikan saham dari negara kepada rakyat Indonesia," kata Said kepada detikFinance, Kamis (9/4/2015).
Said juga usul, pemerintah merivisi UU BUMN sehingga yang diperkenankan beli saham BUMN hanya rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan supaya perusahaan negara tidak akan dikuasai oleh investor asing.
"Maksudnya yang boleh beli saham perdana (initial public offering/IPO) hanya rakyat Indonesia. Tapi di Indonesia ini lucu, BUMN mau IPO tapi roadshow-nya ke luar negeri," katanya.
"Kalau mau privatisasi, perluasan dari kepemilikan saham pemerintah di BUMN ke rakyat Indonesia, pakai metode go public dan yang boleh beli hanya rakyat Indonesia," tambah Said.
Seperti diketahui, kemarin Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, meminta Koalisi Merah Putih (KMP) menolak rencana privatisasi 4 BUMN.
Menurut Prabowo, ada empat perusahaan pelat merah yang akan diprivatisasi yaitu PT Jasa Marga Tbk (JSMR), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI). Semuanya adalah perusahaan terbuka yang sudah diprivatisasi sejak lama.
Namun dalam rencana pemerintah yang ada selama ini bukanlah privatisasi tapi rights issue alias penerbitan saham baru dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD).
Saham baru akan diterbitkan supaya Antam, Waskita Karya, dan Adhi Karya bisa menerima tambahan modal dari pemerintah yang sudah direstui DPR sebelumnya.
(ang/dnl)