Umumnya tanah wakaf di Indonesia digunakan untuk lahan pesantren, masjid, panti asuhan, hingga pemakaman.
"Potensi tanah wakaf di Indonesia 5 miliar meter persegi di 400.000 titik tanah wakaf. Kalau diuangkan ada Rp 2.050 triliun," ujar Asisten Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah BI Rifki Ismal saat jumpa pers di Gedung Thamrin BI, Jakarta Pusat, Jumat (21/10/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya ada satu BUMN yang ingin membangun rumah sakit di atas tanah wakaf, maka BUMN tersebut bisa menerbitkan sukuk dengan jumlah tertentu. Setelah dana tersebut didapatkan, maka pembangunan rumah sakit di atas tanah wakaf bisa dilakukan.
Tentunya fungsi bangunan atas tanah wakaf sebelumnya sudah disepakati kedua belah pihak melalui perjanjian atau akad antara BUMN dan pengelola tanah wakaf atau nazir. Keduanya terlebih dulu harus menyepakati masa kontrak fungsi lahan wakaf sebelum dimulainya pembangunan.
"Sukuk bisa mendanai aset wakaf, itu sukuk link wakaf. BUMN akan terbitkan sukuk ditawarkan ke investor untuk bangun infrastruktur bersama kontraktor di atas tanah wakaf," ujar Rifki.
Setelah beroperasi, maka keuntungan dari operasional rumah sakit tersebut bisa dibagi ke dua belah pihak, yaitu BUMN terkait dan pengelola tanah wakaf atau nazir.
"Perolehan dana sewa akan dibagikan kepada nazir atau pengelola," tutur Rifki. (dna/dna)