Aturan tersebut dirilis pasca pemerintah memutus hubungan kerja sama dengan JP Morgan. Menurut Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, pengetatan itu justru menjadi tantangan bagi para analis dari dealer untuk mengeluarkan pernyataan yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Jadi tidak berlandaskan hal-hal yang bersifat teknikal, jadi sebenarnya kita harus lebih melihat sisi fundamentalnya dibandingkan sisi teknikal-nya," kata Josua di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/1/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kita harapkan ke depannya, riset ini bisa lebih kredibel lagi. Supaya tidak mempengaruhi dari sisi kestabilan yang sudah terjadi ini," dia.
Sementara itu, Ekonom BCA David Sumual, mengatakan pengetatan aturan ini tidak akan mengganggu hubungan pemerintah dengan para dealer. Ia juga menyebut, jika aturan ini sah-sah saja untuk dilakukan.
"Enggak sih biasa aja, itu kan sudah lama dilakukan, misalnya kita ada fire wall semacam itu, itu udah biasa dilakukan, jadi sah-sah aja aturan itu, nggak mengganggu," kata dia.
Diketahui pada peraturan tersebut, di pasal 5 tertulis pemerintah berwenang menerima atau menolak permohonan untuk menjadi dealer utama dengan pertimbangan kebutuhan, rekam jejak bank dan perusahaan efek dan efektifitas penerapan sistem dealer utama.
Kemudian pasal 7A, dealer utama wajib menjaga hubungan kemitraan dengan pemerintah yang berlandaskan pada asas profesionalitas, integritas, penghindaran benturan kepentingan dan memperhatikan kepentingan Indonesia.
Pemerintah juga mengatur mekanisme pencabutan perusahaan sebagai dealer utama. Dealer utama akan menerima surat pemberitahuan menempati peringkat terbawah selama dua periode berturut-turut berdasarkan hasil evaluasi. Selanjutnya diikuti dengan surat peringatan dan pemutusan kontrak kerjasama.
Pertimbangan pencabutan adalah jumlah dealer utama, ketersediaan calon, target dan daya serap atas penerbitan SUN dan pengembangan likuiditas SUN di pasar sekunder. (hns/hns)