Ketua Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Levita Supit, dalam analisanya menyebutkan pada dasarnya perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tengah mengalami perlambatan, terutama untuk jenis Food and Beverage. Dari catatannya, pertumbuhan untuk bisnis waralaba di Indonesia sekitar 10% pada tahun 2016 lalu.
Sementara untuk kondisi yang terjadi pada 7-Eleven sendiri, Levita mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan waralaba yang memiliki segmen bisnis restoran dan convenience store itu mengalami kerugian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Baca juga: Nongkrong Enggak Jajan, Bikin Banyak Sevel Tutup?
Selain masalah lokasi, produk yang ditawarkan dari bisnis waralaba juga menjadi unsur lainnya agar dapat bertahan di pasaran. Menurut Levita, waralaba harus terus memiliki banyak inovasi agar dapat bertahan, dan tidak hanya mengandalkan satu produk unggulannya.
"Yang kedua mungkin produknya mereka. Karena produk itu harus kreatif. Kalau misalnya andalan dia hotdog, tentu ada inovasi lain dong, jangan hanya hotdog bertahun-tahun. Harus ada produk lain yang men-suport," kata dia.
Baca juga: Bisnis Makin Redup, Sevel Akhirnya Dijual
Padahal pada awal kemunculan 7-Eleven, Levita mengatakan, banyak pihak yang ikut mencontoh konsep yang dimiliki dari bisnis asal AS tersebut. Konsep yang ditawarkan 7-Eleven sendiri ialah menyediakan tempat bersantai di tokonya.
"Awal-awal dia enggak rugi ko. Dimana-mana kita lihat ramai, sehingga konsep 7-Eleven itu pun di ambil juga oleh pihak lain yang akhirnya mereka bikin kursi (tempat) juga. Orang menganggap bahwa konsep mereka sukses, jadi sebenarnya awalnya 7-Eleven itu sukses. Tapi di kemudian hari kenapa mereka bisa rugi mungkin karena mereka kurang kreatif menciptakan produk-produk baru," tukasnya. (mkj/mkj)