Melemah hingga Rp 14.729, Wajarkah Kondisi Rupiah?

Melemah hingga Rp 14.729, Wajarkah Kondisi Rupiah?

Danang Sugianto - detikFinance
Jumat, 31 Agu 2018 09:31 WIB
Melemah hingga Rp 14.729, Wajarkah Kondisi Rupiah?
Foto: Muhammad Ridho
Dolar Amerika Serikat (AS) kembali mendominasi dan telah menembus level Rp 14.729 sore ini. Level itu merupakan tertinggi dalam tiga tahun terakhir namun masih kalah dari rekor Rp 14.855 yang terjadi pada 24 September 2015.

Namun pelemahan mata uang ini masih dianggap belum mengkhawatirkan. Tekanan akibat kondisi perekonomian global dan domestik membuat nilai tukar Rupiah itu dianggap biasa saja.

"Itu pelemahan wajar di tengah masih begitu besarnya tekanan terhadap rupiah, baik dari global maupun domestik," kata Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah kepada detikFinance.

Dari sisi global, rupiah tertekan mulai dari arah kebijakan Bank Sentral AS, The Fed yang akan kembali menaikkan suku bunga, krisis perekonomian di beberapa negara dan perang dagang AS vs China.

Sementara dari sisi domestik ada sentimen negatif datang dari semakin lebarnya defisit neraca dagang RI. Ada indikasi defisit neraca dagang RI hingga akhir tahun mendekati 3%.

"Itu warning bahwa kondisi CAD (current account deficit) tidak bisa ditutup dengan neraca modal kuartal kedua kemarin," tambahnya.

Bank Indonesia (BI) juga mencatatkan defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018 semakin lebar sebesar US$ 4,3 miliar. Itu artinya suplai dolar tidak mencukupi permintaan dolar di dalam negeri.

"Jasi dalam kondisi seperti itu kalau rupiah bergerak melemah itu suatu kewajaran. Bahkan kalau saya bilang level Rp 14.700 masih bagus, itu artinya BI ada di pasar," ujar Piter.

Menurut Piter tekanan terhadap rupiah akan terus terjadi hingga tahun depan. Dia menilai jika dolar AS masih di bawah Rp 15.000 masih dalam batas wajar.

Terpisah, Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah ini didominasi karena ketidakpastian global yang masih berlangsung.

"Sentimen dari global masih besar," kata Andry dalam acara ekonomi outlook di kantor pusat Bank Mandiri, Jakarta, Kamis (30/8/29/2018).

Tantangan global, kata Andry, berupa krisis ekonomi Turki dan perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China. Selain itu, kondisi defisit transaksi berjalan (CAD) pun menjadi salah satu penyebabnya.

Andry menjelaskan, CAD yang defisit membuat finansial menjadi kurang terbukti adanya arus modal yang keluar. Jika CAD terjaga maka suplai demand terhadap valas pun terkendali.

"CAD masih tantangan. Arah CAD di kuartal II on-off, mestinya di 3-4% berkurang tekananannya, 2,5% sampai akhir tahun," tutup dia.

Hide Ads