Sejak pagi tadi seluruh karyawan dari 3 SRO itu berkumpul di main hall BEI. Kegiatan ini juga diisi dengan acara potong tumpeng.
"Peralihan menjadi T+2 dinyatakan sukses. Indonesia juga menerapkan sistem ini yang ketiga di Asia Tenggara setelah Vietnam dan Thailand," kata Direktur BEI Inarno Djajadi di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kekhawatiran dari peralihan T+3 menjadi T+2 adalah adanya potensi gagal serah saat proses settlement pertama kali dilakukan. Maklum saja, jika ada pelaku pasar yang tidak mendapatkan informasi ini, maka bisa saja saham yang harus diserahkan di hari kedua belum bisa dilakukan lantaran adanya kesalahan instruksi.
Untuk mengantisipasi hal itu, SRO sudah melakukan antisipasi dengan menyiapkan layanan pinjam meminjam efek atau securities lending and borrowing (SLB). Selain itu BEI juga telah menggandeng para investor institusi seperti dana pensiun (dapen) dan asuransi untuk bekerja sama.
Mereka diminta untuk siap sedia di pasar ketika ada pelaku pasar yang membutuhkan barang (saham) lantaran kesalahan instruksi. Namun ternyata hal itu tidak terjadi.
"Prosesnya cukup lancar dan tidak ada ACS (alternate cash settlement) sama sekali, SLB juga tidak ada sama sekali. Jadi betul-betul mulus," ujarnya.
Seperti diketahui pada 26 November 2018 kemarin dilakukan perdagangan dengan sistem penyelesaian T+2. Sejak hari itu hingga seterusnya diterapkan penyelesaian transaksi saham dalam 2 hari bursa.
Perdagangan pada 28 November 2018 menjadi hari pertama penyelesaian transaksi dengan siklus T+2.
BEI mencatat volume transaksi efek pada 23 dan 26 November 2018 mencapai 18,5 miliar lembar dengan nilai Rp 13,3 triliun dengan frekuensi transaksi sebanyak 754 ribu transaksi. Nilai penyelesaian secara netting atas penggabungan transaksi mencapai 4,99 miliar lembar efek senilai Rp 4,85 triliun.
Tonton juga 'Dinyinyir Kate Upton Soal Pelecehan Seksual, Saham Guess Anjlok':