Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan pihaknya sudah menerima dokumen penjelasan dari pihak SOCI. Namun tim dari BEI masih merasa ada hal yang belum dijelaskan.
"Perlu penjelasan lebih lanjut. Dari tim kami pada saat kami terima dokumen, kami tentunya tidak akan melihat hanya sudah jawab atau tidak. Memang kami akan lihat lagi kelengkapannya," ujarnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (13/12/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan sampaikan dulu minta penjelasannya ke mereka. Kalau ada beberapa hal yang kurang detil kita detilkan," tambahnya.
Kemarin manajemen SOCI sudah menyampaikan keterbukaan informasi terkait kejadian itu. Dijelaskan ada terjadi pecahnya balon airbag kapal di galangan kapal milik MOS pada 24 November 2018.
Manajemen menjelaskan kejadian itu terjadi karena adanya gesekan antara peralatan kerja yang tertinggal berdekatan dengan kapal dan mengenai balon airbag. Atas kejadian itu, sebanyak 22 karyawan mengalami luka-luka.
Dalam keterbukaan itu SOCI mengatakan, kejadian tersebut tidak berdampak material kepada operasional dan keuangan perseroan, sehingga tidak berpotensi mengganggu kelanjutan penyelesaian kapal.
Menurut Laporan Keuangan Auditan Soechi, MOS sedang membangun 3 kapal tanker untuk PT Pertamina (Persero), 1 kapal perintis untuk Satuan Kerja Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Angkutan Laut Pusat dan 2 kapal kenavigasian untuk Satuan Kerja Pengembangan Kenavigasian Pusat.
Konstruksi masih di tengah jalan, dengan persentase kemajuan konstruksi 3 kapal tanker sebesar 98,18%, 71,08% dan 61,20%,;kapal perintis sebesar 88,29% dan kapal kenavigasian telah selesai namun belum diserahkan.
Perjanjian dengan Pertamina malah sudah diperpanjang hingga 2 kali dikarenakan PT Multi Ocean Shipyard tidak dapat menyelesaikan pembangunan kapal tepat waktu.
Dalam perjanjian awal, penyerahan kapal seharusnya terjadi pada tanggal 7 Juni 2015 dan 7 Mei 2016. Ketiga perjanjian tersebut kemudian diperpanjang sampai dengan 31 Mei 2017, yang kemudian diperpanjang lagi hingga 30 Mei 2019.
Padahal, satu-satunya pemesan swasta, PT Lautan Pasifik Sejahtera, yang merupakan pihak terafiliasi malah membatalkan kontraknya dengan MOS karena kapal yang dipesan telah molor bertahun-tahun.
Asal tahu saja,nilai kontrak kepada dua pemesan itu mencapai USD69,2 juta. Sayangnya, dengan keterlambatan itu, Pertamina berpotensi mengalami pembengkakan biaya operasional karena membayar sewa US$ 12 ribu per hari atau US$ 35,08 juta. Sedangkan Hubla berpotensi mengeluarkan US$ 3.000 perhari atau US$ 1,88 juta dalam tiga tahun.