Setelah berita itu ramai, saham PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) hari ini anjlok. Sjamsul diketahui sebagai pendiri dari perusahaan pengolahan karet termasuk ban itu. Dia juga diyakini masih mengendalikan perusahaan tersebut.
Saham GJTL hari ini tercatat berakhir anjlok 2,92%. Nilai saham GJTL berkurang 20 poin ke posisi Rp 665.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir CNBC Indonesia nama Sjamsul memang sudah tidak ada lagi dalam struktur pemegang saham perusahaan berkode saham GJTL itu. Per akhir Desember 2018, saham mayoritas GJTL dipegang oleh Denham Pte Ltd sebesar 49,5%, sementara sisanya Compagnie Financiere Michelin sebesar 10%, dan 40,50% sisanya milik investor publik.
Namun, Sjamsul diduga masih memegang saham GJTL melalui Denham. Forum Keadilan pada 20 Mei 2017, pernah memberitakan bahwa ketika Gajah Tunggal milik Sjamsul dilego, kabarnya dipakai oleh Denham dan Lightspeed Resources Ltd di Singapura yang berbasis di British Virgin Islands. Pemiliknya juga disebut tak jelas, hantu.
Kepemilikan Denham sebesar 49,51% itu setara dengan kepemilikan 1.724.972.443 saham atau jika dikalikan dengan harga saham GJTL pada penutupan perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Senin ini (10/6/2019) yakni Rp 685/saham, maka nilai kepemilikan saham Denham di GJTL mencapai Rp 1,18 triliun.
KPK juga mengirimkan informasi pemberitahuan pemeriksaan ke alamat kantor pusat dari Giti. Nah, Giti sendiri diketahui merupakan induk dari Denham. Giti Tire secara tidak langsung memiliki 49,7% di GJTL sebagai pemegang saham mayoritas Denham.
Hubungan afiliasi ini juga berkaitan dengan bisnis perusahaan yang saling terkait. Bahkan dari total penjualan GJTL sepanjang 2018, penjualan kepada pelanggan yang melebihi 10% dari jumlah penjualan bersih adalah penjualan kepada Giti Tire Global Trading Pte. Ltd. sebesar 18,59%.
Sebelumnya, KPK menetapkan pengusaha Sjamsul Nursalim dan istri sebagai tersangka. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Setelah melakukan proses penyelidikan dan ditemukan bukti permulaan yang cukup, maka KPK membuka penyidikan baru, dugaan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Syafruddin Arsyad Tumenggung, selaku Kepala BPPN dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku Obligor BLBI kepada BPPN dengan tersangka, yaitu SJN sebagai pemegang saham pengendali BDNI dan ITN (Itjih Nursalim) swasta," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (10/6/2019).
Sjamsul Nursalim dan istri disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Saut mengatakan total kerugian negara yang dilakukan Sjamsul Nursalim dan istri mencapai Rp 4,58 triliun. KPK mengaku sudah menyelidiki keduanya sejak Agustus 2013. KPK mengatakan telah mengirim surat untuk penyidikan lebih lanjut, tapi keduanya tidak pernah datang untuk memenuhi panggilan KPK. (das/zlf)