Sederet Alasan BPK Desak Garuda Batalkan Kerja Sama dengan Mahata

Sederet Alasan BPK Desak Garuda Batalkan Kerja Sama dengan Mahata

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 10 Jul 2019 13:31 WIB
Foto: Tim Infografis/Mindra Purnomo
Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk tahun 2018. Dari pemeriksaan itu, ada beberapa rekomendasi yang diberikan BPK yakni Garuda melalui anak usahanya PT Citilink Indonesia membatalkan kerja sama dengan PT Mahata Aero Teknologi, dan Garuda melakukan penyajian ulang laporan keuangan.

Rekomendasi BPK mesti dijalankan karena mandat undang-undang. Jika tidak, maka akan melanggar undang-undang.

Lalu, apa alasan kerja sama ini mesti batal?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan dokumen pemeriksaan BPK yang diperoleh dari sumber detikFinance, Rabu (10/7/2019) terdapat sejumlah keterangan yang menjelaskan mengenai kerja sama dengan Mahata. Dokumen ini sendiri merupakan hasil pemeriksaan dan evaluasi laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018.


Dalam dokumen itu disebutkan, perjanjian kerja sama antara Citilink dengan Mahata belum sesuai dengan ketentuan. Ada dua poin setidaknya yang membuat perjanjian kerja sama ini belum sesuai ketentuan.

Pertama, perjanjian kerja sama Citilink dengan Mahata tidak memenuhi syarat sah perjanjian. Dijelaskan pada huruf (a) poin pertama mengenai kedudukan para pihak.

Dalam Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan nomor CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018 beserta seluruh perubahannya, Direktur Utama Citilink hanya bertindak untuk dan atas nama perusahannya Citilink dan tidak dinyatakan bahwa Direktur Utama Citilink mendapat kuasa khusus dari Garuda Indonesia maupun Sriwijaya Air sehingga yang mengikatkan diri dalam perjanjian kerja sama ini hanya pihak Citilink dan Mahata.

"Oleh karena itu GIA (Garuda Indonesia) dan SA (Sriwijaya Air) tidak memiliki kedudukan hukum, termasuk tidak memiliki hak dan kewajiban dalam Perjanjian Kerja sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan Nomor CITILINK/JKTDSOG/PERJ-6248/1018," bunyi dokumen tersebut.

Di huruf (b) soal objek perjanjian. Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dalam Penerbangan adalah perjanjian antara Mahata dan Citilink. Citilink selaku pihak yang terikat dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan dan kuasa atas sebagian objek perjanjian yang merupakan milik Garuda Indonesia maupun Sriwijaya Air.

Selain itu, dalam surat kuasa, Direktur Utama Sriwijaya Air memberikan kuasa atas 47 pesawat yang dimiliki, namun, yang diperjanjikan 50 pesawat. Tiga pesawat yang ada dalam perjanjian masih dalam proses perjanjian dan belum dimiliki Sriwijaya Air.

"Dengan memperjanjikan barang yang merupakan milik pihak lain yang tidak ikut menjadi pihak dalam suatu perjanjian berarti bahwa objek perjanjian yang diperjanjikan tidak memenuhi syarat sebab yang halal. CI (Citilink Indonesia) yang terikat dalam perjanjian tidak memiliki kewenangan atas sejumlah objek perjanjian tersebut, dalam hal ini bertentangan dengan hukum," seperti tertulis dalam dokumen ini.


Poin kedua, Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE belum bersifat final. Perjanjian masih akan dilakukan adendum dan belum mengatur detail terkait. Disebutkan di salah satu huruf, yakni huruf (a) soal hak dan kewajiban Garuda Indonesia/Sriwijaya Air dan Mahata.

Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas dan IFE antara Citilink dengan Mahata menyatakan dalam hal pesawat yang diperjanjikan melibatkan pesawat yang dioperasikan oleh Garuda dan/atau Sriwijaya Air, maka masing-masing akan Garuda dan/atau Sriwijaya akan menyepekati ketentuan kerja sama tersebut dalam perjanjian terpisah dengan Mahata atau dalam bentuk amandemen terhadap perjanjian kerja sama antara Citilink dan Mahata.

"Sesuai dengan Berita Acara Pemberian Keterangan (BAPK) Nomor 08/BAPK/Tim-BPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 17 Mei 2019 dan Nomor 13/BAPK/Tim-BPK/PDTT-GI/05/2019 tanggal 21 Mei 2019, Direktur Utama MAT dan Direktur Niaga CI menyatakan bahwa masih banyak klausul yang perlu dibahas terutama terkait pembayaran biaya kompensasi," bunyi dokumen ini.

"Dalam Pasal 3 ayat (2) perjanjian back to back antara GIA dengan CI kembali ditegaskan bahwa GIA dan MAT akan membuat perjanjian tersendiri mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak," seperti tertulis lebih lanjut.


(dna/dna)

Hide Ads